Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Thursday, November 30, 2023

PALESTINA DAN KEMELUTNYA DENGAN ISRAEL


Sayyidah Latifah Hamid, Zahra Elisa Siregar, Gita Naura Nashifa

Sepanjang sejarahnya, Israel selalu berselisih dengan negara-negara tetangga Arab salah satunya kini yang sedang maraknya konflik antara Israel dengan Palestina. Fenomena kemanusiaan kini yang tengah dibela oleh jutaan suara manusia di segala penjuru dunia yang mana hal tersebut tidaklah lagi menjadi suguhan baru. Bahkan konflik yang terjadi di Palestina saat ini menyangkut berbagai masalah dari pertempuran agama sampai masalah perebutan teritorial. Tontonan mengerikan ini sudah dirasakan sejak tahun 1917 lalu yang tidak selesai atau tidak diselesaikan? Bedanya, hari ini hanya sedang kumat saja. Berawal dari serangan teror 7 oktober silam oleh pasukan Hamas yang menguasai Gaza memulai serangan besar-besaran ke kota Tel Aviv, Israel, kini berakibat pada perang yang berkepanjangan.

Tindakan kejahatan kemanusiaan (crime against humanity) ini layak ditujukan kepada israel yang disebut oleh Pakar Hukum Humaniter Internasional UNAIR sebagai tindakan kampenye sistematis kejahatan manusia. Berdasarkan Konvensi Jenewa IV Tahun 1949 tentang Perlindungan terhadap Penduduk Sipil, penduduk sipil seharusnya dikecualikan dari sasaran serangan ketika perang. Dalam hal ini Israel jelas adalah bentuk pelanggaran Konvensi Jenewa IV Tahun 1949 Oleh Negara-Negara Yang Berperang dalam beberapa ketentuan Hukkum Humaniter dan juga melanggar aturan internasional tersebut, karena berdasarkan data yang dihimpun CNN Indonesia pada 30 Oktober lalu, gempuran Israel berakibat pada sekaratnya warga Gaza.

Terhitung pada tanggal 7-29 Oktober 2023 sebanyak 8.005 orang tewas dan lebih dari 20.200 orang terluka, terlebih, sebagaian besar korban adalah warga sipil khususnya perempuan dan anak-anak. Lebih dari itu, serangan israel juga menyasar Rumah Sakit di Gaza.  Jika menurut pada pemicu perang, mungkin secara sepintas terlihat pihak Palestina lah yang mengawali, yakni berawal dari peluncuran rudal oleh Hamas ke Tel Aviv. Namun, sebagaimana disampaikan oleh Sekjen PBB, bahwa penyerangan Hamas tersebut tidak dilakukan dari ruang hampa.

Sudah 106 tahun Palestina mengalami penindasan oleh Israel. Maka, saat Palestina mengambil sikap untuk membela diri, sangat memalukan jika ia justru dituduh melakukan upaya teror dan menindas nilai moral dan kemanusiaan atas rakyat-rakyat Israel. Istilah Gen Z ialah playing victim.

Melansir dari CNBC Indonesia konflik antara Israel-Palestina yang selalu merugikan Palestina ini berlangsung lebih dari 100 tahun, tepat sejak 2 November 1917.  Lalu meningkatnya ketegangan akhirnya menyebabkan Pemberontakan Arab, ini berlangsung dari tahun 1936 hingga 1939. Lantas apa yang diberikan negara-negara berperadaban melalui hukum internasionalnya kepada rakyat Palestina?

Mengutip dari World History Encyclopedia yang dikutip dari kumparan, dulunya orang Yahudi menduduki tanah Palestina selama pemerintahan Kekaisaran Romawi, tepatnya di masa Dinasti Hasmonean. Namun, setelah ada pemeberontakan kaum Yahudi oleh Bar Kpkhba pada 132-135 M, orang-orang yahudi dikalahkan Bangsa Romawi dan diusir dari Palestina.

Sejak setelah ini, orang-orang yahudi jadi tidak memiliki tempat pulang bahkan mereka diperlakukan tidak sepatutnya seperti menerima penganiayaan dan sikap antisemitisme. Bertolak dari keadaan tersebut, pada abad ke-19 M, muncullah gerakan zionisme yang beorientasi pada penciptaan negara yang aman dan merdeka di Palestina oleh orang yahudi.

Hingga pada tahun 1917, Menlu Inggris, Arthur Balfour, menulis surat yang ditujukan kepada Lionel Walter Rothschild, tokoh komunitas Yahudi Inggris yang isinya pendek namun implikasinya ialah konflik palestina-israel yang masih berlangsung hingga sekarang.

Yakni surat tersebut memberikan wilayah palestina kepada kelompok zionis yang merupakan tanah pemenangan inggris. Namun, sebagai warga pribumi tanah palestina, orang palestina khawatir jika tanah tersebut disita oleh Inggris dan diserahkan kepada orang yahudi.

Sebagai kelompok yang mendapat janji akan dihormati kemerdekaan Arab jika mau membantu kerajaan inggris mengusir Turki Ottoman dari tanah tersebut, Kelompok Arab merasa dikhianati karena pembagian wilayah yang didasarkan pada perjanjian Sykes-picot yang merugikan mereka. Diperparah dengan deklarasi Balfour di tahun 1917 tadi. Akibatnya, deklarasi tersebut melahirkan pemeberontakan arab yang berlangsung pada 1963 hingga 1969 dan pemberontakan yahudi di tahun 1944 -1948.

Sederet pemberotakan dan perlawanan antara palestina dan israel terus terjadi hingga sekarang. Dalam pemberontakan tersebut Israel diawali dengan aksi Palestina yang meminta keadilan atas haknya hingga kemudian direspon negatif dan justru dianiaya oleh Israel. Israel selalu berusaha menguasai seluruh wilayah palestina dan mengendalikan warganya. Dalam pemberontakan tersebut juga banyak anak-anak gaza yang dikorbankan.  Dalih lain menyebutkan aksi yang dilakukan oleh Israel diawali karna adanya peperangan antar Agama namun kali ini berbeda terlihat Israel sangat ingin menguasai seluruh wilayah yang berada di Palestina.

Berbicara kemerdekaan Palestina, hal itu masih menjadi perdebatan di seluruh dunia. Ada 55 dari 193 negara PBB yang belum mengakui kemerdekaan Palestina. Tahun 1947 terbit Resolusi 181 PBB yang menyerukan pembagian wilayah palestina agar terbagi menjadi negara arab dan yahudi. Palestina menolak karena itu akan memberikan 56% wilayahnya kepada yahudi termasuk 94% wilayah bersejarah dan sebagian besar wilayah subur.

Bagaimana status kemerdekaan Palestina?

Di tahun 1974, Liga Arab telah menunjuk Organisasi Pembebasan Palestina sebagai wakil sah tunggal rakyat Palestina. Organisasi tersebut memiliki status sebagai pengamat di PBB sebagai entitas “non-negara”. PBB memberikan hak bicara tapi tidak dengan hak suara. Setelah deklarasi kemerdekaan Palestina di tahun 1988 di Aljir oleh Dewan Nasional Palestina dan Organisasi Pembebasan Palestina, Majelis Umum PBB secara resmi mengakui proklamasi dan memilih untuk menggunakan sebutan “Palestina” bukan “Organisasi Pembebasan Palestina”. Hingga 18 Januari 2012, 129 dari 193 negara anggota PBB mengakui Palestina sebagai sebuah negara. Namun banyak negara yang tidak mengakui negara Palestina tetapi mengakui Organisasi Pembebasan Palestina sebagai wakil rakyat palestina. Dilansir dari CNN per April 2022 yang mana mengalami peningkatan dari 193 negara anggota PBB, 138 negara yang mengakui Palestina.

Berbeda dengan dengan kebanyakan negara di dunia yang mengumumkan kemerdekaannya setelah memperoleh konsensi politik dari negara penjajah, Palestina mengumumkan eksistensinya bukan karena mendapat konsensi politik, melainkan untuk mengikat empat juta etnis dalam satu wadah, yakni Palestina. Dalam pengumuman itu, Palestina juga berencana menjadikan Yerussalem Timur sebagai ibukota negara.

Pasca deklarasi pada 13 September 1993, antara Israel dan PLO bersepakat mengakui kedaulatan masing-masing. Pihak Israel memberi kesempatan Palestina untuk menjalankan sebuah lembaga semi otonom yang bisa memerintah di wilayah Jalur Gaza dan Tepi Barat. Begitupula pihak Palestina juga telah mengakui hak negara israel untuk eksis secara aman dan damai. Namun kesepakatan tersebut tidak lantas membuat keduanya berdamai. Terdapat beberapa masalah utama yang timbul:

  1. Status dan masa depan Tepi Barat, Jalur Gaza dan Yerussalem Timur.
  2. Keamanan Israel
  3. Keamanan Palestina
  4. Hakikat masa depan negara Palestina
  5. Nasib para pengungsi Palestina
  6.  Kebijakan pemukiman pemerintah israh dan nasib para oenduduk pemukiman
  7. Kedaulatan terhadap tempat tempat suci di Yerussalem 

Masalah-masalah tersebut yang menimbulkan konflik tak berkesudahan hingga kini. Berbagai perundingan telah dilakukan untuk upaya perdamaian telah dilakukan selama bertahun-tahun, namun perjanjian damai yang langgeng masih sulit dicapai.

Yang terjadi sekarang, atas penyerangan yang dilakukan Israel terhadap Palestina sudah banyak negara-negara di dunia yang mengecam tindakan Israel tersebut. Seperti kecaman dari negara-negara arab termasuk juga Indonesia. Aksi massa juga dilakukan oleh para warga negara barat dalam membela nilai kemanusiaan yang dilecehkan oleh para zionis.

Sejauh ini upaya yang dilakukan PBB baru melakukan perundingan-perundingan yang bahkan belum menemukan kesepakatan. Pada 24 Oktober 2023, Dewan Keamanan PBB mengadakan pertemuan bersama 15 duta besar negara untuk membahas kekerasan dan krisis kemanusiaan yang terus meningkat di Gaza. Pertemuan itu menghasilkan dua resolusi yang diusulkan Rusia dan Brazil, namun keduanya tidak berhasil.

Faktor yang melatarbelakangi keterhambatan penyelesaian konflik ini tentu tidak terlepas dengan faktor politik dan negara-negara di belakang israel yang masih menyuntikkan bantuan. Terlepas dari tujuan politik dan lainnya yang ada dibelakangnya, yang pasti peperangan ini menimbulkan keresahan publik di seluruh dunia.

Tindakan yang dilakukan masyarakat saai ini terkhusus warga Indonesia ialah dukungan secara dzahir dan bathin (doa) atau materil maupun immateril. Dalam hal materil dapat melakukan kiriman bantuan berupa uang ataupun barang serta melakukan pemboikotan atas produk-produk yang dikeluarkan oleh negara yang mendukung Israel salah satunya produk Amerika. Karena bagi mereka, negara negara tersebut (jika pemboikotan seperti produk McD berhasil menurunkan pendapatan ekonomi mereka) pasti akan mempertimbangkan secara dilematis antara menghentikan dukungan kepada Israel atau menjaga stabilitas ekonomi mereka.


0 comments:

Post a Comment

Copyright © PUSAT STUDI DAN KONSULTASI HUKUM | Powered by Blogger
Design by Viva Themes