Perlindungan Perempuan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga
Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia
Dina Nurfadilah
Kekerasan terhadap perempuan merupakan fenomena serius yang
dialami oleh banyak perempuan di dunia, termasuk juga di Indonesia. Perempuan
menurut kacamata viktimologi memang lebih rentan mengalami kekerasan. Isu mengenai
kekerasan terhadap perempuan akhir-akhir ini kembali diperbincangkan. Media
elektronik maupun media cetak kini ramai kembali meliput berita kekerasan,
khususnya kekerasan dalam rumah tangga. Meningkatnya kasus kekerasan terhadap
perempuan dalam rumah tangga sangat memprihatinkan. Namun isu hukum yang
tersedia mengenai korban tindak kekerasan terhadap perempuan tidak menunjukkan
angka perbandingan yang selaras antara yang terjadi dan dilaporkan. Fenomena
ini diistilahkan dengan gunung es yaitu hanya terlihat puncak kecilnya saja, di
mana bahan hukum mengenai kasus yang terjadi baru sebagian kecil saja yang
disajikan, sedangkan bahan hukum kasus yang sebenarnya masih banyak yang belum
terungkap.
Kekerasan yang dilakukan suami terhadap istri dalam rumah tangga
adalah salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan yang banyak terjadi di
masyarakat. Hal ini disebabkan karena laki-laki lebih superior dari perempuan,
sehingga membentuk sistem di dalam keluarga yaitu laki-laki mengontrol
perempuan, salah satunya dengan kekerasan. Kekerasan domestik dalam rumah
tangga adalah setiap tindakan berdasarkan jenis kelamin, berakibat pada
kesengsaraan dan penderitaan-penderitaan perempuan secara fisik, seksual, dan
psikologis termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan
kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang ada di depan umum atau dalam
lingkungan pribadi. Dengan realitas demikian, peranan hukum Islam dan hukum
positif sangat penting utamanya dalam mewujudkan masyarakat beradab.
Setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas
dari segala bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Segala bentuk kekerasan, terutama
kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga, merupakan pelanggaran hak
asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk
diskriminasi yang harus dihapus. Korban kekerasan dalam rumah tangga, yang
kebanyakan adalah perempuan, harus mendapat perlindungan. Perlindungan hukum
menurut Satjipto Rahardjo yaitu memberikan pengayoman terhadap hak asasi
manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada
masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.
Korban kekerasan dalam rumah tangga mendapat perlindungan
hukum yaitu tertuang pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004. Perlindungan hukum
tersebut merupakan upaya untuk menyelamatkan para korban kekerasan dalam rumah
tangga. Namun realita yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, meskipun
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 telah dibentuk, tetap saja masih banyak
korban-korban yang tidak berani bahkan enggan untuk melaporkan keekerasan yang
telah mereka dapatkan. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor salah
satunya rasa malu, sebab merasa bahwa hal yang terjadi dalam lingkup rumah
tangga merupakan aib yang harus ditutupi.
Perlindungan hukum bagi istri yang menjadi korban Kekerasan
Dalam Rumah Tangga menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 yaitu:
1.
Perlindungan sementara
2.
Penetapan perintah perlindungan oleh pengadilan
3.
Penyediaan Ruang Pelayanan Khusus (RPK) di kantor
kepolisian
4.
Penyediaan rumah aman atau tempat tinggal alternatif
5.
Pemberian konsultasi hukum oleh advokat terhadap
korban pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan pada sidang
pengadilan.
Dalam Islam, aspek hukum pidana materiil tentu menyangkut
suatu perbuatan berdasarkan syariat yang telah ditetapkan sebagai suatu tindak
pidana. Allah SWT telah menggariskan berbagai jenis perbuatan yang
dikategorikan sebagai tindak pidana, seperti pencurian, penganiayaan, makar,
pembunuhan, dan perkosaan (kekerasan seksual). Ketimpangan relasi antara suami
istri memang sangat berpotensi menimbulkan kekerasan terhadap istri. Pada
kenyataannya memang sulit dinafikan, bila terjadi pertikaian antara suami istri
yang berakibat pada kekerasan fisik maupun psikis. Tentang hal ini sebenarnya
Islam pun telah memerintahkan kepada suami untuk membangun relasi dengan
istrinya secara baik-baik (ma’ruf). Dalam pandangan Islam, kekerasan
terhadap perempuan, baik di dalam rumah tangga atau di luar rumah tangga adalah
bentuk kejahatan. Apalagi jika suami menyakiti istri dengan memukulnya hingga
terluka. Hal ini jelas masuk dalam kategori tindakan kekerasan terhadap istri
Bila dilihat dari ketetapan hukum yang dibuat oleh Allah SWT
dan Nabi Muhammad SAW baik yang termuat dalam Al-Qur’an atau Al-Hadis, tinjauan
hukum yaitu untuk kebahagiaan dunia dan akhirat, dengan jalan mengambil segala
yang bermanfaat dan mencegah serta menolak segala yang tidak berguna bagi kehidupan
manusia (kemaslahatan manusia). Berdasarkan tujuan hukum Islam di atas, dapat
dirumuskan bahwa tujuan hukum pidana Islam adalah memelihara jiwa, akal, harta
masyarakat secara umum, dan keturunan. Oleh karena itu, kedudukan hukum pidana
Islam sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat. Sebab tujuan syariat yang
disebutkan di atas, hanya dapat dicapai dengan menaati ketentuan hukum pidana
Islam dan dua di antaranya bertautan dengan ketentuan hukum perdata Islam,
yaitu harta dan keturunan, sementara akal dan jiwa semata-mata dalam ranah
ketentuan hukum pidana Islam. Sebagaimana ditegaskan dalam berbagai ayat Al-Qur’an
bahwa keharusan mewujudkan persatuan dan kesatuan umat (Al-Mu’minun [23]: 52).
Keharusan setiap manusia untuk berbuat adil atau menegakkan keadilan pada
setiap Tindakan dan perbuatan yang dilakukan (An-Nisaa (4): 58). Juga keharusan
untuk berlaku adil atau menegakkan keadilan dalam menerapkan hukum tidak
memandang perbedaan (as-Syuura [42]:15).
0 comments:
Post a Comment