Kekerasan seksual merupakan kejahatan terhadap
seseorang baik secarafisik maupun non fisik. Kekerasan ini menjadi salah satu pemicu
adanya bentuk penindasan bahkan perbudakan secara berkelanjutan. Sasaran adanya
kekerasan seksual ini seringkali ditujukan kepada perempuan, meskipun pada
kenyataannya kekerasan seksual dapat menimpa siapa saja. Alasannya, karena
terdapat ketimpangan gender yang seringkali dijadikan kesempatan untuk
melakukan kekerasan seksual. Ketimpangan gender yang sering terjadi di kalangan
masyarakat bukan hanya terlihat dari bentuk fisik saja, tetapi juga berkaitan
dengan kekuasaan, politik, sosial, ekonomi, dan pemerintahan. Ketimpangan
gender ini dapat terjadi karena dalam hal-hal tersebut laki-lakilah yang sering
mendominasi keberadaan serta kedudukannya dibandingkan perempuan.
Di Indonesia kekerasan seksual telah menjadi perhatian
khusus bagi pemerintah, karena banyaknya angka kejahatan seksual yang terjadi
dalam beberapa kurun waktu terakhir. Berdasarkan data dari Komisi Nasional
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Komnas PPPA), terdapat sebanyak
5.137 orang baik laki-laki maupun perempuan yang menjadi korban kekerasan
seksual terhitung sejak tanggal 1 Januari 2022. Adapun bentuk kekerasan seksual
yang sering terjadi di Indonesia antara lain kekerasan seksual berbentuk
pelecehan gender, pemerkosaan, pencabulan, eksploitasi seksual terhadap anak, tindak
pelecehandi ruang publik seperti catcalling, serta perbuatan lain yang
melanggar kesusilaan.
Pasal 28 G ayat (1) UUD Negara Republik
Indonesia tahun 1945 menerangkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan
perlindungan diri pribadi, kehormatan, serta martabat mereka karena itu
merupakan bentuk dari penerapan hak asasi manusia. Namun pada kenyataannya,
pasal ini seperti halnya pajangan di dinding ruangan dan hanya orang-orang
paham hukum saja yang dapat mengerti pasal tersebut. Minimnya pemahaman serta
kurang tegasnya hukum menghadapi kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi,
maka pemerintah merancang undang-undang khusus yang akan diberlakukan demi
terciptanya kesejahteraan manusia, khususnya perempuan yang seringkali menjadi
korban kekerasan seksual.
Beberapa waktu terakhir, tepatnya pada tanggal
12 April 2022 dalam Rapat Paripurna yang terlaksana di Jakarta, Ketua Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana
Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan
Seksual (UU TPKS) dengan tujuan untuk menghapus segala bentuk kekerasan seksual
yang sering terjadi di masyarakat.Undang-undang ini memiliki poin-poin yang
dirasa akan memberikan perlindungan bagi seluruh masyarakat, khususnya pada
kalangan perempuan yang sering menjadi korban kekerasan seksual.
UU TPKS memuat tentang semua perilaku
pelecehan seksual, baik itu pelecehan secara fisik maupun non fisik.
Undang-undang ini dibuat dengan alasan untuk melindungi para korban kekerasan
seksual termasuk di dalamnya yaitu korban dari penyebaran konten pornografi.
Dengan adanya undang-undang ini, para pelaku tindak kekerasan seksual akan
mendapatkan denda dan pidana sesuai dengan apa yang telah mereka lakukan.
Selain terdapat denda dan pidana pokok, undang-undang ini juga menyebutkan
adanya pidana tambahan diantaranya adalah pencabutan hak asuh anak, pengumuman
identitas pelaku, perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana,
serta pembayaran restitusi. Dalam undang-undang tersebut, tidak hanya membahas
mengenai pelaku individu saja, tetapi terdapat aturan yang membahas mengenai
pidana tambahan untuk pihak korporasi yang terlibat pada kasus-kasus pelecehan
seksual.
Dalam UU TPKS ini, pembuktian yang digunakan
hanyalah satu keterangan dan satu barang bukti saja untuk menentukan apakah
tindakan tersebut benar-benar dilakukan oleh pelaku atau tidak. Hal ini yang
menguntungkan bagi korban, karena dengan begitu prosedur pelaporan yang
dilakukan akan lebih cepat dan efisien waktu. Selain membahas mengenai jenis
kekerasan seksual dan hukumannya, UU TPKS ini menjamin adanya hak restitusi
bagi korban dan layanan pemulihan. Restitusi yang tercantum diantaranya adalah
ganti rugi atas kehilangan suatu kekayaan, ganti rugi yang ditimbulkan akibat
penderitaan yang berhubungan langsung sebagai akibat dari tindak pidana
kekerasan seksual, penggantian biaya perawatan medis maupun psikologis, serta
ganti rugi atas kerugian lain yang berhubungan dengan akibat adanya tindak
pidana ini.
Selain adanya restitusi, korban dari tindak
pidana tersebut juga berhak atas pendampingan dan layanan yang dibutuhkan
korban serta pendampingan ketika proses pembuatan laporan kepolisian. Perlu
dipahami bahwa dalam UU TPKS ini memberi pengertian mengenai tidak berlakunya
pendekatan restorative justiceyaitu penyelesaian perkara yang menitikberatkan
adanya keseimbangan dan keadilan bagi pelaku dan korban. Hal ini berguna untuk
menghindari adanya penyelesaian masalah dengan uang. Adanya peraturan ini,
diharapkan agar para pelaku mendapatkan rasa jera sehingga tidak mengulangi
perbuatan mereka.
Pengesahan UU TPKS merupakan suatu bentuk
kepedulian pemerintah terhadap martabat perempuan, karena sudah banyak sekali
perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual tersebut. Akibat dari adanya
kekerasan ini bukan hanya berbentuk material saja, tetapi trauma yang dirasakan
korban itulah yang sangat memprihatinkan. Terlebih apabila korban dari
kekerasan ini merupakan seorang perempuan yang dalam pandangan
masyarakatdikenal dengan seseorang berkepribadian lembut. Sehingga apabila
mengalami sebuah trauma, maka kondisi tersebut akan sulit untuk dihilangkan.
Karena dengan terjadinya kekerasan seksual ini, perempuan seringkali beranggapan
bahwaakan ada akibat serius di masa yang akan datang.
Masa depan perempuan Indonesia merupakan kunci
dari lahirnya generasi muda yang akan lahir dan meneruskan tonggak perjuangan
orang-orang di masa sekarang. Maka dengan disahkannya UU TPKS ini, diharapkan
seluruh perempuan Indonesia berhak merasakan kehidupan yang nyaman dan aman
tanpa memandang ras, agama, suku, dan kebudayaan. Selain itu, dengan adanya UU
TPKS ini, diharapkan dapat menghapus adanya permasalahan gender dan segala hal
yang menganggap bahwa perempuan memiliki derajat lebih rendah dibandingkan dengan
laki-laki. Sehingga pada masa mendatang, terlahirlah perempuan-perempuan hebat
yang mampu meneruskan serta turut andil dalam menciptakan negara Indonesia yang
lebih berkembang dan mampu bersaing dalam ranah
globalisasi.
0 comments:
Post a Comment