Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Friday, July 22, 2022

Pengesahan UU TPKS sebagai Bentuk Kepedulian Pemerintah Terhadap Martabat Perempuan

 


OLEH:
Itsna Inayatun Nihayah

Kekerasan seksual merupakan kejahatan terhadap seseorang baik secarafisik maupun non fisik. Kekerasan ini menjadi salah satu pemicu adanya bentuk penindasan bahkan perbudakan secara berkelanjutan. Sasaran adanya kekerasan seksual ini seringkali ditujukan kepada perempuan, meskipun pada kenyataannya kekerasan seksual dapat menimpa siapa saja. Alasannya, karena terdapat ketimpangan gender yang seringkali dijadikan kesempatan untuk melakukan kekerasan seksual. Ketimpangan gender yang sering terjadi di kalangan masyarakat bukan hanya terlihat dari bentuk fisik saja, tetapi juga berkaitan dengan kekuasaan, politik, sosial, ekonomi, dan pemerintahan. Ketimpangan gender ini dapat terjadi karena dalam hal-hal tersebut laki-lakilah yang sering mendominasi keberadaan serta kedudukannya dibandingkan perempuan.

Di Indonesia kekerasan seksual telah menjadi perhatian khusus bagi pemerintah, karena banyaknya angka kejahatan seksual yang terjadi dalam beberapa kurun waktu terakhir. Berdasarkan data dari Komisi Nasional Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Komnas PPPA), terdapat sebanyak 5.137 orang baik laki-laki maupun perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual terhitung sejak tanggal 1 Januari 2022. Adapun bentuk kekerasan seksual yang sering terjadi di Indonesia antara lain kekerasan seksual berbentuk pelecehan gender, pemerkosaan, pencabulan, eksploitasi seksual terhadap anak, tindak pelecehandi ruang publik seperti catcalling, serta perbuatan lain yang melanggar kesusilaan.

Pasal 28 G ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 menerangkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan perlindungan diri pribadi, kehormatan, serta martabat mereka karena itu merupakan bentuk dari penerapan hak asasi manusia. Namun pada kenyataannya, pasal ini seperti halnya pajangan di dinding ruangan dan hanya orang-orang paham hukum saja yang dapat mengerti pasal tersebut. Minimnya pemahaman serta kurang tegasnya hukum menghadapi kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi, maka pemerintah merancang undang-undang khusus yang akan diberlakukan demi terciptanya kesejahteraan manusia, khususnya perempuan yang seringkali menjadi korban kekerasan seksual.

Beberapa waktu terakhir, tepatnya pada tanggal 12 April 2022 dalam Rapat Paripurna yang terlaksana di Jakarta, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dengan tujuan untuk menghapus segala bentuk kekerasan seksual yang sering terjadi di masyarakat.Undang-undang ini memiliki poin-poin yang dirasa akan memberikan perlindungan bagi seluruh masyarakat, khususnya pada kalangan perempuan yang sering menjadi korban kekerasan seksual.

UU TPKS memuat tentang semua perilaku pelecehan seksual, baik itu pelecehan secara fisik maupun non fisik. Undang-undang ini dibuat dengan alasan untuk melindungi para korban kekerasan seksual termasuk di dalamnya yaitu korban dari penyebaran konten pornografi. Dengan adanya undang-undang ini, para pelaku tindak kekerasan seksual akan mendapatkan denda dan pidana sesuai dengan apa yang telah mereka lakukan. Selain terdapat denda dan pidana pokok, undang-undang ini juga menyebutkan adanya pidana tambahan diantaranya adalah pencabutan hak asuh anak, pengumuman identitas pelaku, perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana, serta pembayaran restitusi. Dalam undang-undang tersebut, tidak hanya membahas mengenai pelaku individu saja, tetapi terdapat aturan yang membahas mengenai pidana tambahan untuk pihak korporasi yang terlibat pada kasus-kasus pelecehan seksual.

Dalam UU TPKS ini, pembuktian yang digunakan hanyalah satu keterangan dan satu barang bukti saja untuk menentukan apakah tindakan tersebut benar-benar dilakukan oleh pelaku atau tidak. Hal ini yang menguntungkan bagi korban, karena dengan begitu prosedur pelaporan yang dilakukan akan lebih cepat dan efisien waktu. Selain membahas mengenai jenis kekerasan seksual dan hukumannya, UU TPKS ini menjamin adanya hak restitusi bagi korban dan layanan pemulihan. Restitusi yang tercantum diantaranya adalah ganti rugi atas kehilangan suatu kekayaan, ganti rugi yang ditimbulkan akibat penderitaan yang berhubungan langsung sebagai akibat dari tindak pidana kekerasan seksual, penggantian biaya perawatan medis maupun psikologis, serta ganti rugi atas kerugian lain yang berhubungan dengan akibat adanya tindak pidana ini.

Selain adanya restitusi, korban dari tindak pidana tersebut juga berhak atas pendampingan dan layanan yang dibutuhkan korban serta pendampingan ketika proses pembuatan laporan kepolisian. Perlu dipahami bahwa dalam UU TPKS ini memberi pengertian mengenai tidak berlakunya pendekatan restorative justiceyaitu penyelesaian perkara yang menitikberatkan adanya keseimbangan dan keadilan bagi pelaku dan korban. Hal ini berguna untuk menghindari adanya penyelesaian masalah dengan uang. Adanya peraturan ini, diharapkan agar para pelaku mendapatkan rasa jera sehingga tidak mengulangi perbuatan mereka.

Pengesahan UU TPKS merupakan suatu bentuk kepedulian pemerintah terhadap martabat perempuan, karena sudah banyak sekali perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual tersebut. Akibat dari adanya kekerasan ini bukan hanya berbentuk material saja, tetapi trauma yang dirasakan korban itulah yang sangat memprihatinkan. Terlebih apabila korban dari kekerasan ini merupakan seorang perempuan yang dalam pandangan masyarakatdikenal dengan seseorang berkepribadian lembut. Sehingga apabila mengalami sebuah trauma, maka kondisi tersebut akan sulit untuk dihilangkan. Karena dengan terjadinya kekerasan seksual ini, perempuan seringkali beranggapan bahwaakan ada akibat serius di masa yang akan datang.

Masa depan perempuan Indonesia merupakan kunci dari lahirnya generasi muda yang akan lahir dan meneruskan tonggak perjuangan orang-orang di masa sekarang. Maka dengan disahkannya UU TPKS ini, diharapkan seluruh perempuan Indonesia berhak merasakan kehidupan yang nyaman dan aman tanpa memandang ras, agama, suku, dan kebudayaan. Selain itu, dengan adanya UU TPKS ini, diharapkan dapat menghapus adanya permasalahan gender dan segala hal yang menganggap bahwa perempuan memiliki derajat lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Sehingga pada masa mendatang, terlahirlah perempuan-perempuan hebat yang mampu meneruskan serta turut andil dalam menciptakan negara Indonesia yang lebih berkembang dan mampu bersaing dalam ranah globalisasi.


0 comments:

Post a Comment

Copyright © PUSAT STUDI DAN KONSULTASI HUKUM | Powered by Blogger
Design by Viva Themes