Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Saturday, December 25, 2021

Analisa Hukum Perlindungan Konsumen pada Pinjaman Online Ilegal

 


Analisa Hukum Perlindungan Konsumen pada Pinjaman Online Ilegal

Oleh: Muhamad Bilal Musthofa

 

Pada pertengahan Oktober ini, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo berbicara terkait Pinjaman Online (fintech) di depan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso selaku Otoritas Pengawas pinjaman online pada pembukaan OJK Virtual Innovation Day Pada hari Senin, 11 Oktober 2021. Isi pembicaraan tersebut ialah terkait banyaknya penipuan serta tindakan pidana keuangan yang dialami oleh masyarakat karena pinjaman online. Faktanya memang masyarakat banyak yang tergiur untuk meminjam uang secara online. Layanan pinjaman online memang sudah menjadi alternatif pembiayaan masyarakat, dikarenakan persyaratan yang mudah dan cepat dibanding dengan bank atau sejenisnya.

Pinjaman Online

Pinjaman Online (fintech) adalah sebuah inovasi pada industri jasa keuangan yang memanfaatkan penggunaan teknologi. Produk fintech biasanya berupa sistem yang dibangun guna menjalankan mekanisme transaksi keuangan yang spesifik. Selain  fintech, ada juga istilah Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI) atau Fintech Lending. Menurut Pasal 1 angka 3 Nomor 77/PJOK.01/2016, Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang rupiah secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet.

Kelebihan melakukan pinjaman online adalah prosesnya yang cepat dan mudah, tetapi di balik kelebihan tersebut juga terdapat beberapa kekurangan. Selain bunga yang tinggi, juga terdapat denda jika tidak membayar tagihan sesuai waktu yang ditentukan. Selanjutnya, plafon pinjaman yang terbatas. Mudahnya proses pengajuan pinjaman online ternyata berimbas pada plafon atau limit kredit terbatas yang bisa di dapatkan oleh penggunanya.   

Perlindungan Konsumen dalam Pinjaman Online

OJK sebagai lembaga yang mengatur dan mengawasi industri jasa keuangan telah mengatur beberapa regulasi perlindungan konsumen dalam mengatur fintech, diantaranya:

a.     Penyelenggara wajib menempatkan pusat data dan pusat pemulihan bencana di wilayah Indonesia.

b.     Terdapat perlindungan dan kerahasiaan data.

c.     Adanya edukasi dan perlindungan konsumen, dengan prinsip transparansi, perlakuan yang adil, keandalan, kerahasiaan dan keamanan data, dan penanganan pengaduan serta penyelesaian sengketa konsumen secara sederhana, cepat, dan biaya terjangkau.

(Pasal 29-31 Regulasi Perlindungan Konsumen OJK)

Pinjaman online menjadi daya tarik masyarakat dikarenakan prosesnya cepat dan mudah dibandingkan dengan bank dan sejenisnya. Tetapi dalam kelebihannya, ada juga kekurangan yang menjadi resiko untuk para calon peminjam. Maka, hal-hal yang perlu diperhatikan oleh para calon peminjam seperti resiko bunga yang tinggi, harus membayar biaya layanan 3% sampai 5%, jangka waktu pelunasan pendek maksimal 12 bulan jangka waktu atau tenor maksimal dari pinjaman online adalah 12 bulan, serta limit kredit pinjaman online yang rendah dengan jangka waktu pelunasan yang pendek bahkan hanya 2-3 bulan.

Dikutip dari Jurnal Seminar Nasional Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang, dalam berbagai laporan masyarakat, pinjaman online sendiri lebih banyak menguntungkan kepada pihak jasa pemberi pinjaman, bukan peminjam. Beberapa keluhan yang masuk ialah minimnya informasi yang diberikan oleh pelaku usaha terkait besaran bunga, biaya administrasi, dan proses penagihan yang didalamnya terdapat tindak pidana fitnah, penipuan, pengancaman, dan penyebaran data pribadi. Seolah-olah menguntungkan, padahal merugikan masyarakat, korban dikenakan bunga dan denda yang tinggi, jangka waktu yang singkat, serta adanya pengancaman.

Contoh kasus karena jeratan pinjaman online adalah kasus bunuh diri. Ada satu contoh kasus bunuh diri akibat jeratan pinjaman online. Permasalahan terebut dialami oleh WPS, 38 tahun seorang ibu Rumah Tangga di Kecamatam Giriwoyo, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Ia mengakhri hidup dengan cara bunuh diri karena diduga tidak kuat menerima teror dari debt collector.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menjadi payung hukum untuk memperkuat penegakan hukum di bidang perlindungan konsumen. Tetapi pada faktanya aturan diatas belum terlaksana dengan baik.  Banyak konsumen yang masih menjadi korban dan dirugikan atas pinjaman online ini. Dengan maraknya pinjaman online ilegal, dan maraknya aturan yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, konsumen sangat memerlukan bantuan advokasi, perlindungan, serta upaya penyelesaian sengketa secara patut atas hak-hak konsumen. Kerugian yang dialami akibat kurang kritisnya konsumen terhadap barang atau jasa yang ditawarkan tersebut tidak terlepas dari tingkat pendidikan konsumen yang rendah, sedangkan, teknologi komunikasi, semakin maju, sehingga dengan mudah dapat menjangkau masyarakat luas.

Jadi, perlindungan hukum bagi konsumen berbasis fintech belum terlaksana dengan baik dan belum sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pemerintah harus berperan aktif, dalam hal ini OJK terkait pengawasan terhadap perusahaan fintech, dan konsumen bisa terlindungi hak-haknya. Langkah yang perlu diupayakan pemerintah ialah lebih banyak melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat, agar masyarakat semakin paham dan kompeten serta mampu meminimalisasi resiko yang akan terjadi jika menggunakan layanan pinjaman online. Pemerintah juga perlu berperan aktif dalam pemberantasan pinjaman online ilegal, termasuk tindak pidana yang dilakukan kepada konsumen. Dengan penegakan hukum yang baik, bisa menghasilkan keadilan bagi masyarakat.

0 comments:

Post a Comment

Copyright © PUSAT STUDI DAN KONSULTASI HUKUM | Powered by Blogger
Design by Viva Themes