KEBIJAKAN PPKM DARURAT: “Menyelesaikan Masalah, atau Menambah
Masalah ?.”
Oleh : Ahmad Hasyim
Seruan pemerintah untuk membatasi kegiatan masyarakat dengan mengurangi lonjakan kenaikan angka covid-19 sudah dilakukan beberapa kali, yakni dengan membuat kebijakan PSBB dan PPKM. PSBB (Pembatasan Soisal Berskala Besar) hanya sekedar pembatasan kegiatan diberbagai sektor dilaksanakan tanggal 17 april 2020, dan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan kegiatan Masyarakat) diberlakukan 4 kali, yakni PPKM jawa-Bali, PPKM Mikro, Penebalan PPKM, dan PPKM Darurat. Perbedaan diantara keduanya yang mencolok yaitu PPKM dilakukan dengan pembatasan kegiatan diberbagai sektor secara lebih ketat dan diterapkan dalam wilayah yang lebih luas.
Pemberlakuan PPKM Darurat ini diberlakukan mulai tanggal 03 hingga 20 Juli 2021, berdasarkan pada aturan INMENDAGRI No. 15 Tahun 2021 tentang pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat Corona Virus Disease 2019 di Wilayah Jawa dan bali, kemudian direvisi 2 kali, yakni INMENDAGRI No. 16 tahun 2021, dan INMENDAGRI No. 18 tahun 2021, yang merujuk pada UU No. 6 Tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan. Adapun Penerapan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
- Ditujukan untuk 48 kabupaten/kota di wilayah Jawa-bali
- 100 % Work From Home (WFH) untuk sektor selain esensial
- Seluruh kegiatan belajar mengajar dilakukan secara daring
- Sektor esensial, diberlakukan 50% maksimum staf Work from Office (WFO)
- Sektor kritikal diperbolehkan 100% Work From office (WFO)
- Supermarket, Pasar tradisional, toko kelontong, dan pasar swalayan yang menjual kebutuhan sehari-hari dibatasi jam operasional sampai pukul 20.00 setempat, dan batas pengunjung 50%
- Mall, swalayan, restoran, dan rumah makan hanya menerima delivery/take away
- Rumah ibadah dibatasi pengunjungnya
- Perjalanan jarak jauh, harus disertai kartu vaksin dan diperbolehkan hanya menunjukkan kartu antigen H-1
- Khusus pesawat, harus disertai kartu vaksin, dan bukti hasil swap pcr dengan batas waktu H-2
Berbagai
problematika baru yang muncul akibat adanya PPKM darurat ini memiliki
faktor-faktor penyebab, yakni : 1.) Tergesa-gesa, 2.) Kurangnya komunikasi, 3.)
meniadakan peran masyarakat itu sendiri, 3.) Dasar hukumnya masih kurang jelas
dan multi tafsir, 4.), Varian virus delta, 5.) Jaminan hidup masyarakat tidak disalurkan
dengan baik, 6.) Pembuatan aturan hanya untuk skala waktu yang singkat, 7.) Tidak disiapkan secara matang, 8.) Efek
samping yang akan timbul dikemudian hari,
9.) Sanksi yang tidak bisa
dibenarkan kepastiannya.
Sanksi
bagi pelanggar PPKM Darurat tertuang dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, Undang-Undang
No.mor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, KUHP pasal 212, KUHP pasal 218, peraturan daerah, peraturan kepala daerah,
serta ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait. Perlu digaris bawahi, bahwa sanksi bagi pelanggar bisa berupa sanksi
administratif (seperti pencopotan jabatan), sanksi pidana (dipenjara), sanksi
denda, hingga sanksi sosial. Upaya tersebut semata-mata hanya untuk memberikan
efek jera kepada pelanggarnya, sehingga ke depannya aturan tersebut dapat
ditaati dan dilaksanakan dengan baik.
Kebijakan
PPKM Darurat ini dinilai masih belum bisa mengurangi angka kenaikan covid-19 secara
signifikan, khususnya varian baru covid-19 yang bernama delta. Hal ini
dibuktikan dengan banyaknya karyawan perusahaan yang positif maupun reaktif
covid-19. Lebih dari 10% buruh manufaktur terjangkit virus covid-19, yakni dari
1.700 buruh yang di swap dapat ditemukan kurang lebi 400 buruh reaktif, dan
dilanjutkan ke tes PCR ternyata terdapat 200 orang yang positif. Hal ini
tentunya sangat berpengaruh terhadap perusahaan, terlebih perusahaan manufaktur
tersebut masih bisa berjalan 100%, sebab sangat tidak mungkin bisa menjaga
jarak, bahkan harus turun tangan langsung dalam melaksanakan pekerjaannya.
Untuk itu, PPKM darurat belum bisa menjadi solusi terbaik untuk menanggulangi
covid-19 ini.
Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa segala aturan yang telah diterapkan merupakan langkah yang baik dan tentunya bertujuan untuk hal yang baik, namun perlu beberapa pertimbangan, dan perbaikan dibeberapa hal, sehingga aturan tersebut dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Ada beberapa solusi yang dimungkinkan dapat membantu dalam menangani covid-19 ini, diantaranya yaitu; 1) jangan ada korupsi anggaran covid-19, 2) bekerja sama dengan perusahaan, 3) penciptaan aturan yang didasari oleh prinsip penyelesaian, bukan seadanya, 4) adanya jaminan kebutuhan sehari-hari, sehingga tidak menimbulkan mansage “takut tidak bisa makan” dari masyarakat, 5) belajar dari pengalaman luar negri yang bisa berdamai dengan covid-19, 6) tipe karakter masyarakat dengan pemerintah harus sejalan, bukan atas nama pemerintah saja, dan bukan atas nama masyarakat saja.
0 comments:
Post a Comment