“Anjay” dipidana, Haruskah?
(Analisis Prespektif Hukum Positif dan Hukum
Islam)
Oleh Muhammad Minanur Rahman
Dunia maya sekarang ini
diramaikan dengan adanya sebuah wacana “orang yang mengatakan kata
"anjay" akan dipidana”. Hal ini dinyatakan dalam press
release Komisi Nasional Perlindungan Anak (selanjutnya ditulis Komnas PA):
Istilah “anjay” mengandung unsur kekerasan dan merendahkan
martabat seseorang adalah salah satu bentuk kekerasan atau Bullying yang dapat dipidana.”
Press release tersebut pada
dasarnya merupakan kekhawatiran Komnas PA terhadap segala potensi yang bisa
berujung pada kekerasan verbal atau bullying. Selanjutnya, dijelaskan
bahwa kata “Anjay” mempunyai berbagai makna yang tergantung pada kondisi
dan tempatnya. Seringkali orang menggunakan kata “Anjay” sebagai kata ganti
salut atau suatu yang hal yang bermakna kekaguman contohnya, “ Wah, Keren,
Gila, Mantap.”
Akan tetapi, dalam press
releasnya dijelaskan juga bahwa bahwa
kata “anjing” dan juga “anjay” tidak diperbolehkan apabila ditujukan untuk
merendahkan martabat orang lain atau sebagai bentuk suatu bullying.
Meski begitu, apabila digunakan dalam konteks kepada teman atau sahabat yang sudah
mengenal dengan baik dan tidak menimbulkan potensi kekerasan, maka tidak
dipermasalahkan.
Dari sini, timbul suatu pertanyaan "haruskah orang yang mengakatan “anjay”
dihukum pidana? Apakah bisa?"
Dalam menjawab ini penulis
menganalisis dengan dua prespektif yaitu prespektif hukum positif dan hukum
Islam.
Dalam hukum positif, tindakan
mengatakan tuduhan kotor seperti ‘hewan, bangsat atau yang lain-lain” dapat
dikategorikan sebagai tindak pidana penghinaan. Tindakan ini dapat dipidana
berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disingkat KUHP) pada Pasal 315
yang berbunyi
“Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang
tidak bersifat pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di
muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan
tulisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan
kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama
empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah.”
Dalam pasal ini terdapat dua unsur
yang harus terpenuhi yaitu unsur kesengajaan dan unsur untuk diketahui umum.
Jika dua unsur ini terpenuhi maka bisa dikategorisasikan sebagai penghinaan
ringan.
Dalam hal ini, alasan yang dijadikan Komnas PA untuk melegitimasi hal
ini berdasarkan definisi kekerasan yang terdapat pada Undang Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan
Anak Pasal 1 huruf 15a yang berbunyi:
Kekerasan
adalah setiap bentuk perbuatan terhadap Anak yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau
penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.
Dari dua pasal diatas, menurut
pengamatan penulis bahwa yang menjadi objek dijatuhinya hukuman pidana adalah
perbuatan yang menjadi akibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan, bukan
hanya sebatas kata tertentu yang digunakan untuk menjatuhkan kemudian kata
tersebut digeneralisir dimasukkan kedalam ranah pidana.
Disisi lain, bila dilihat dari
prespektif lingiuistik, kata “anjay” sendiri masih mempunyai multitafsir. Karena
kata “anjay” tidak selalu ditempatkan dalam konteks pemaknaan kekerasan atau
menurunkan martabat seperti yang ditulis oleh komnas PA. Bahkan sering kali,
kata “anjay” digunakan untuk menyatakan kekaguman pada suatu hal. Hal inilah
yang menjadi pertanyaan, apakah dengan begitu kata “anjay” bisa dimasukkan kedalam
“penghinaan” seperti yang tercantum dalam KUHP? .Ditambah lagi, kata
‘anjay’ tidak masuk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI). Berbeda halnya
dengan kata “Bangsat, hewan, jalang dll” yang seringkali digunakan untuk
merendahkan orang lain. Maka dengan melihat hal tersebut, kata “anjay” tidak
bisa menjadi sebab utama untuk dimasukkan kedalam ranah pidana.
Dalam prespektif
selanjutnya, hukum Islam dipandang perlu
untuk memberikan suatu pandangan yang sangat bijak. Dikarenakan hukum Islam
selain mempunyai asas kepastian hukum, juga mempertimbangkan nilai moral
didalam setiap hukumnya. Sehingga sangat proporsional dalam menempatkan
permasalahan ini.
Perlu diketahui, bahwa ucapan
yang keluar dari lisan adalah refleksi daripada hati. Sebaik baiknya hati, jika
lisan tidak bisa terjaga maka sama saja seperti membersihkan kotoran dengan air
najis.
Rasulullah dalam selalu memerintahkan untuk selalu
menjaga lisan dan memperingatkan bahaya lisan yang kotor:
مَا شَيْءٌ أَثْقَلُ فِيْ مِيْزَانِ
الْمُؤْمِنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ خُلُقٍ حَسَنٍ وَإِنَّ اللهَ لَيُبْغِضُ
الْفَاحِشَ الْبَذِيْءَ
“Sesungguhnya tidak ada sesuatu apapun yang lebih berat ditimbangan kebaikan
seorang mu’min pada hari kiamat nanti seperti akhlaq yang mulia, dan sesungguhnya Allah benci dengan orang
yang lisannya kotor dan kasar.” (H.R. Tirmidzi)
Bahkan ada pepatah Arab
yang menyatakan bahwa selamatnya seseorang itu tergantung bagaimana cara ia
menjaga lisannya.
سلامة الإنسان في حفظ اللسان
Artinya
: “keselamatan manusia terletak dalam menjaga lisannya.”
Kata-kata kotor yang
keluar dari mulut seseorang itu menandakan kurangnya akhlak dalam dirinya.
Apalagi sampai menjadikan lawan bicara merasa terintimidasi, terdeskriminiasi
dan terdholimi. Perbuatan tersebut sangat dipandang buruk oleh hukum Islam,
sehingga tak heran Imam Al Ghozali dalam kitab Ihya’nya menghukuminya haram
serta mendapatkan dosa besar.
Untuk itu, perlu disadari
bahwa sebaik-baiknya kata “anjay” tetap saja dipandang buruk oleh orang yang
mendengarnya. Setiap orang mempunyai pemaknaan sendiri dengan kata “anjay”,
sehingga tidak akan pernah tahu ketersinggungan lawan bicara ketika
diucapkannya. Apalagi yang diumpat adalah anak kecil yang notabenenya masih
belum tahu baik dan buruk. Maka hal ini
bisa menjadi dampak buruk bagi lisan anak kecil tersebut.
Sampai sini, jelaslah
bahwa kata anjay ini seharusnya tidak harus dibawa keranah pidana. Selain kata
ini masih multitafsir, kata anjay juga belum ada dalam KBBI. Titik tekan yang yang
dihukumi itu adalah perbuatan yang mengandung unsur kekerasan bukan
hanya fokus pada penggunaan katanya saja. Namun, sebaik apapun kata anjay tetap
saja berkonotasi kurang baik. Sebagai orang muslim, hendaklah lebih bisa
menjaga lisan, karena kita tidak pernah tahu apa yang kita ucapkan akan
menyinggung orang lain atau tidak. Untuk itu, sesama saudara muslim seharusnya
saling menjaga sikap dan ucapan Sehingga dari sini akan akan terbangun Ukhuwwah
Islamiyah yang berasaskan pada akhlakul karimah.
0 comments:
Post a Comment