Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Friday, August 14, 2020

Kepemimpinan Transendental

Kepemimpinan Transendental
Oleh: Muhamad Bilal Musthofa

Everyone is a leader, kita pasti tidak asing dengan kalimat itu. Setiap diri manusia adalah seorang pemimpin bagi dirinya. Pemimpin adalah jiwa yang harus selalu ada pada diri manusia. Karena sejatinya, yang mengatur diri kita adalah kita sendiri, bukan orang lain.Pada faktanya, manusia memang selalu menarik untuk diperbincangkan, mengapa demikian? karena ia termasuk paling tidak manusia yang unik dan kompleks. 

Keunikan manusia, karena ia di satu sisi menjadi objek pembicaraan dan sumber konflik yang menyebabkan ketidak tenangan kepada yang lain, tetapi disisi lain ia menjadi subjek pembicara yang selalu berupaya memecahkan masalah yang dihadapinya demi untuk memberikan ketenangan kepada yang lain.

Kompleks, karena ketika akan memperbincangkan tentang manusia, perlu dipertanyakan terlebih dahulu dari sudut pandang apa ia akan dilihatnya, sebab terlalu banyak pandangan (perspektif) yang berkaitan dengannya.

 Begitu unik dan kompleksnya pemahaman tentang siapa hakikat manusia sampai Al-Qur’an menganjurkan manusia untuk memikirkan tentang dirinya. Firman Allah Q.S Adz-Dzariyat: 21: “Dan (juga) pada dirimu sendiri, Maka apakah kamu tidak memperhatikan?”

 Berbicara kepemimpinan, sudah tidak bisa dihindari pada jiwa manusia. Dimulai dari diri sendiri maupun negara membutuhkan pemimpin. Tetapi, pemimpin yang baik adalah pemimpin yang bukan memikirkan nafsu dan egonya, tetapi melayani dengan tulus seperti apa yang diajarkan Rasulullah SAW. Seperti sekarang ini, banyak sekali model kepemimpinan, salah satunya Kepemimpinan Transendental. Transendental secara harfiah ialah sesuatu yang berhubungan dengan transenden. Pemimpin yang transenden semestinya lebih dapat melihat ke masa depan. Memiliki masa visi yang jelas, apa yang hendak dilakukan untuk kemajuan bangsa di masa yang akan datang. Sudah barang tentu tidak terbatas hanya pada hal-hal yang bersifat material.

 Seperti yang diterangkan dalam kitab Al-Ahkam As-Sulthaniyah karya Al- Mawardi, kepemimpinan dalam Islam dipandang sebagai amanah. Seorang pemimpin bangsa hakekatnya ia mengemban amanah Allah sekaligus amanah masyarakat. Amanah itu mengandung konsekuensi mengelola dengan penuh tanggung jawab sesuai harapan dan kebutuhan pemiliknya. Karenanya kepemimpinan bukanlah hak milik yang boleh dinikmati dengan sesuka hati orang yang memegangnya 

Kepemimpinan transenden juga akan baik jika dilakukan oleh hakim. Seorang hakim yang adil tentu mengerjakan sesuai dengan syari’at. Transendetal pada hakim juga perlu untuk kemaslahatan masyarakat. Dalam Kitab Al-Ahkam As-Sulthaniyah, Hakim haruslah laki-laki. Tetapi, dengan berkembangnya zaman, menurut saya tidak jadi masalah ketika perempuan menjadi hakim, dengan menyesuaikan aspek-aspek hukum yang ada.

Transenden yang baik juga ketika diterapkan dalam pemilihan pemimpin. Di Indonesia khususnya, sistem pemilihan ada dua, yaitu pemilihan langsung dan tidak langsung, dimana di dalam keduanya memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Islam sebagai latar sosial keagamaan mayoritas masyarakat Indonesia, ini menjadikan perdebatan diatas tidak terlepas dari kajian fiqih. Kajian maslahat murshalah bisa juga menjadi patokan dalam kedua sistem pemilihan ini.

 Konsep kenegaraan pun sebenarnya tidak perlu diperdebatkan lagi bagi negeri kita Indonesia, pemimpin yang transenden harus mampu mengatur dan menyelesaikan segala permasalahan yang ada, dengan mempertimbangkan keadaan bangsa Indonesia yang majemuk dan kaya dengan keberagaman, maka segala keputusan harus lah berpikir ke depan dengan bersandar pada Al-Qur’an, hadis, maupun ijmak. 

Keadilan, kekuasaan, akal dan nurani sangat berkaitan untuk mewujudkan kemadanian. Akal dan Nurani berperan dalam kepemimpinan. Dengan keseimbangan akal dan nurani yang transenden , dan mampu mengatur kekuasaannya dengan stabil, maka keadilan dan madani akan terasa pada masyarakat. Maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan dalam Islam dipandang sebagai amanah. Seorang pemimpin bangsa hakekatnya ia mengemban amanah Allah sekaligus amanah masyarakat. 

Amanah itu mengandung konsekuensi mengelola dengan penuh tanggung jawab sesuai harapan dan kebutuhan pemiliknya. Pemimpin transdenden yang baik ialah pemimpin yang mampu mengatur segalanya dan memikirkan ke arah masa depan. dan mampu menyeimbangkan akal dan nuraninya, serta memperhatikan dengan baik kekuasaanya agar masyarakat bisa merasakan hidup dengan penuh keadilan dan bisa menjadi masyarakat yang madani

Bidang Penelitian dan Pengembangan
Pusat Studi dan Konsultasi Hukum

0 comments:

Post a Comment

Copyright © PUSAT STUDI DAN KONSULTASI HUKUM | Powered by Blogger
Design by Viva Themes