
FOCUS GROUP DISCUSSION
“PENGGUNAAN
DANA HAJI UNTUK INFRASTRUKTUR”
Moderator : Gugun El Guyanie, S.H.I., LL.M.
Waktu : Kamis, 14 Februari 2019
Tempat : Ruang Rapat IV PKSI Lt. 2 UIN
Sunan Kaljaga Yogyakarta
Badan Pengelola Keuangan Haji
(BPKH)
Badan
Pengelola Keuangan Haji (BPKH) diwakili oleh Ahmad Zaky. Ahmad Zaky menjelaskan
bahwa pada tahun 2018 BPKH dalam perencanaan pengelolaan dana oleh BPKH terdapat
sekitar 111,8 triliun, sedangkan realisasinya sebesar 113 triliun. Rinciannya
adalah penempatan di Bank Penerima Setoran (BPS) dari rencana 55.9 triliun akan
tetapi realisasinya lebih besar, yakni sebesar 65.4 triliun, kemudian investasi
di SBSN dari rencana 55.9 triliun telah terealisasi 48.7 triliun. Jadi target
pengelolaan dana haji pada tahun 2018 yang dikelola oleh BPKH telah 100%
terealisasi dengan investasi terhadap bank syari’ah lebih banyak dibandingkan
dengan investasi di SBSN.
Ahmad
Zaky juga menjelaskan mengenai jumlah calon jamaah haji baru yang mendaftar
pada tahun 2018. Data di BPKH mencatat ada 664 ribu calon jamaah haji baru dari
target 550 ribu calon jamaah haji. Artinya calon jamaah haji baru pada tahun
2018 mengalami kenaikan 120%. Dia juga membandingkan waktu antrian jamaah haji
di Indonesia dengan di Malaysia yang memiliki masa antri sampai 100 tahun. Data
BPKH mencatat bahwa trend calon
jamaah haji baru pada tahun 2018 mengalami kenaikan dibandingkan dengan tiga
tahun sebelumnya, yakni pada tahun 2015, tahun 2016 dan tahun 2017. Selain itu,
BPKH juga mencatat bahwa ada sekitar 13 juta wajib haji yang belum daftar.
Selanjutnya,
Ahmad Zaky menjelaskan bahwa BPKH memiliki sasaran Dana Pengelolaan Keuangan Haji
pada tahun 2022 sebesar 150 triliun dan pada tahun 2030 sebesar 300 triliun.
Sasaran nilai manfaat dana haji juga ada 5% yang dimanfaatkan untuk biaya
operasional BPKH. Ahmad juga menjelaskan bahwa biaya semestinya untuk haji
adalah sekitar 70 juta akan tetapi selama ini disubsidi sebesar 35 juta.
Rinciannya adalah pada tahun 2016 total biaya haji adalah sebesar 54,1 juta,
kemudian pada 2017 naik menjadi 59,6 juta, kemudian naik lagi menjadi 69,2 juta
dan pada tahun 2019 naik menjadi 70,6 juta. Akan tetapi biaya jamaah haji pada
tahun 2019 ditetapkan sama seperti biaya jamaah haji tahun 2018 yakni sebesar 35,2
juta. Maka subsidi jamaah haji akan semakin naik (indirect cost) yakni sebesar 35,4 juta.
Mengenai
alokasi penempatan dan investasi dana haji BPKH mencatat bahwa pada 2017
investasi di Bank Umum Syari’ah (BUS) sebesar 65% sedangkan investasi di Sukuk
35%. Kemudian pada 2018 presentase seimbang menjadi 50% di BUS dan Sukuk.
Adapun pada 2019 direncanakan 50% dana haji akan diinvestasikan pada BUS, Sukuk
20% dan Emas 5% kemudian investasi langsung sebesar 15% dan Investasi lainnya
sebesar 10%. Investasi langsung nantinya seperti catering dan dalam penerbangan
yang akan bekerjasama dengan Garuda Indonesia. Prioritas investasi dana haji di
bidang penerbangan sebesar 40%, catering 10% dan perumahan 30%. Perumahan yang
dimaksud adalah perumahan yang dibangun di Mekah. BPKH juga menjelaskan
mengenai dana abadi umat yang totalnya sekitar 170 milyar dan telah dibahas
Bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dana abadi umat ini direncananya akan
menjadi program kemaslahatan yang meliputi 5% untuk sosial keagamaan, 10%
kesehatan, 15% untuk ekonomi umat, dan 30% untuk pelayanan haji. Kemudian untuk
Pendidikan dan dakwah sebesar 20% seperti untuk pembangunan pesantren, program
pendididikan organisasi masyarakat dan sarana prasarana ibadah sebesar 20%.
Mengenai
dana haji yang digunakan untuk infrastruktur BPKH menjelaskan bahwa sampai
sekarang tidak ada dana haji yang digunakan langsung untuk infrastruktur. Untuk
sementara masih di Sukuk, karena aman dan dijamin oleh LPS, nantinya
memungkinkan untuk infrastruktur. Akan tetapi, yang terpenting adalah sesuai
dengan prinsip aman, untung, low risk.
Untuk sekarang ini berinvestasi pada hal-hal yang menunjang jamaah haji seperti
penerbangan agar lebih murah dan juga di hotel.
Kantor Wilayah Kementerian Agama
DIY
Ketua
Kantor Wilayah Kementrin Agama DIY Imam Khoiri, S.Ag. menjelaskan bahwa perpindahan
pengelolaan dana haji baru dilaksanakan kurang lebih satu tahun, meskipun undang-undangnya
sudah ada dari tahun 2014. Dahulu mekanismenya dana yang masuk ke rekening Kementerian
Agama, sekarang sudah langsung ke BPKH. Instrumen investasi dahulu ditempatkan
oleh diretorat ke SBSN dan juga kedua di instrumen investasi di bank syari’ah.
Insturmen
investasi sekarang yang dilakukan oleh BPKH merupakan amanat dari Undang-undang
(UU). Walaupun dikurangi 5% untuk biaya operasional BPKH. Hal ini karena
harapannya insturmen investasi akan memiliki nilai return yang semakin besar, yang mana poin pentingnya adalah pada
SBSN. Sebelumnya Kementerian Agama dan Kementerian Keuangan juga telah memiliki
MoU, maka dana yang sudah masuk ke Kementerian Keuangan digunakan sesuai
ketentuan. Asalkan tidak ada gharar. Dia
juga menjelaskan bahwa dalam bahasanya skema ini seperti skema ponzi, akan
tetapi pada saat ini masyarakat dibuat semakin panik.
Kantor Wilayah Ditjen
Perbendaharaan Provinsi DIY
Narasumber
dari Kanwil Ditjen menanggapi rencana yang akan dilakukan oleh BPKH untuk
melakukan investasi emas. Emas perlu dipertimbangka lagi, hal ini dikarenakan
emas terlalu fluktuatif dengan US Dollar.
Juga menjelaskan bahwa dana haji yang dikelola oleh pemerintah yang
kemudian diinvestasikan dalam SBSN itulah yang digunakan untuk pemerintah untuk
membangun jembatan, jalan dsb. Jadi bukan dana haji langsung yang digunakan.
Dapat diperhatikan juga bahwa ini merupakan win
win solution, dibanding pemerintah berhutang, karena dari dalam negeri
terdapat dana yang bisa dikelola. Hal ini karena pendapatan negara kita kurang,
sedangkan infrastruktur itu penting. Jadi proyek dari SBSN untuk infrastruktur
sudah banyak.
Maka
yang dapat dipahami adalah dana yang digunakan bukanlah dana langusng dari dana
haji. Akan tetapi dana yang telah diinvestasikan oleh pemerintah. Jadi BPKH
memberikan hutang kepada pemerintah, kemudian pemerintah menggunakan dana
tersebut yang mana bebas untuk apa saja, karena status hukumnya jelas dan
syarat-syaratnya terpenuhi dan resikonya tidak besar. Hal ini juga dapat
menjadi alternatif yang lebih bagus pembiayaan yang berasal dari dalam negeri.
Karena potensi dana haji ini cukup besar. Jadi nantinya dana yang dikelola oleh
BPKH bisa digunakan untuk kepentingan kita semua, sepanjang investasinya jelas.
Otoritas Jasa Keuangan DIY
Narasumber
pertama dari OJK DIY diwakili oleh Budi Saptono. Beliau menjelaskan sedikit
tentang kedudukan OJK dan juga tugas OJK, yaitu mengawasi terkait lembaga keuangan
yang ada di Indonesia kecuali koperasi. Adapun pada dana haji yang dikelola
oleh BPKH itu sendiri tidak diawasi oleh OJK, karena tidak dijelaskan dalam UU
Nomor 34 tahun 2014. Kemudian menjelaskan juga mengenai risiko dari dana yang
diinvestasikan oleh BPKH. Pertama yaitu risiko keseimbangan antara return dan kenaikan harga. Juga merekomendasikan
adanya lembaga khusus di BKPH, dan dalam berinvestasi yang harus dikedepankan
adalah prinsip aman, karena berasal dari dana haji. OJK juga melihat bahwa
apabila dilihat lebih jauh, lama-lama BPKH untuk berbisnis karena harus menutup
subsidi. Maka dari itu, ke depannya bisa menjadi bahan diskusi. Juga BPKH dapat
mengeluarkan laporan keuangan agar lebih akuntabel.
Selanjutnya
Asteria Diantika dari OJK menambahkan bahwa OJK juga tergabung dalam satgas
waspada investasi dengan 7 lembaga pemerintah lainnya. Hal ini karena adanya
laporan-laporan dari masyarakat, khususnya terkait jasa umroh yang telah
terjadi, seperti kasus First Travel. Astera juga memberikan saran bahwa ada dua
prinsip yang harus diperhatikan, yaitu prinsip aspek legal, apakah sudah ada
perizinannya dan juga logis. Jadi OJK hanya mengawasi lembaga keuangan, tapi
kami juga untuk mengawasi investasi yang tergabung dalam satgas waspada
investasi.
Majelis Ulama Indonesia DIY
Pada
FGD ini MUI DIY diwakili oleh KRT. Drs.
H.A.M. Kamaludiningrat. Beliau menggunakan referensi pemberitaan yang
dikeluarkan oleh Republika dengan judul “Benarkah Dana Haji Dipakai untuk
Proyek Infrastruktur?”. Pemaparan dari MUI DIY menjelaskan bahwa jikalau memang
ada dana haji yang pada akad wakalahnya juga infrastruktur maka haram dan tidak
ada akad wakalah jamaah haji untuk infrastruktur. Namun, dana yang digunakan
untuk kemaslahatan umat boleh dilakukan.
Akademisi
Lusia
Kurnianti, S.H., M.H. menekankan adanya PPP (Public
Private Partnership) yang menjadi trend.
Juga menyarankan adanya sosialisasi yang harus dilakukan. Ia juga
mengatakan agar tidak adanya kesalahpahaman dan output. Kemudian menyarankan bagaimana bentuk dari dinfra, yang
mana berdasarkan Peraturan Kementerian 52 Tahun 2017 bagaimana pengelolaan dana
investasi berbentuk kontak kolektif. Baginya yang paling penting adalah
kontraknya. Juga jangan sampai menjustifikasi dana haji langsung dipakai, akan
tetapi dijamin oleh pemerintah.
Selanjutnya,
Pak Mujib mengatakan kenapa munculnya isu dan haji untuk infrastruktur ini
selain dari karena isu politik, masyarakat juga khawatir karena adanya skandal
FT (First Travel) yang kemudian ditarik dengan dana haji yang dikelola oleh
pemerintah. Adanya BPKH ini karena telah diatur oleh UU Nomer 34 tahun 2014
yang mana dulunya dikelola oleh Kemenag, hal ini merupakan proses trust pemerintah. Kemudian isu
selanjutnya adalah ketika muncul di publik berkaitan dengan kontraknya. Memang
di dalam akadnya tidak ada akad wakalah, karena masyarakat hanya membayar dana
untuk haji.
Selain
itu, beliau juga menyarankan adanya investasi terhadap asrama haji, terutama di
destinasi-destinasi wisata. Juga menyarankan investasi ke reksadana, karena
tahun lalu reksadana ramai dengan system syari’ah yang harapannya dapat
cipratan investasi dari BPKH. Maka BPKH bisa membuat aturan main turunan dari
PP No. 15 yang mengatur hal tersebut sehingga memiliki SOP khusus yang ketika
masuk ke dalam investasi reksadana atau investasi langsung sehingga menjadi guidelines BPKH itu sendiri.
EmoticonEmoticon