Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Tuesday, February 26, 2019

banner

FOCUS GROUP DISCUSSION
“PENGGUNAAN DANA HAJI UNTUK INFRASTRUKTUR”

Moderator       : Gugun El Guyanie, S.H.I., LL.M.
Waktu             : Kamis, 14 Februari 2019
Tempat            : Ruang Rapat IV PKSI Lt. 2 UIN Sunan Kaljaga Yogyakarta

Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH)
Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) diwakili oleh Ahmad Zaky. Ahmad Zaky menjelaskan bahwa pada tahun 2018 BPKH dalam perencanaan pengelolaan dana oleh BPKH terdapat sekitar 111,8 triliun, sedangkan realisasinya sebesar 113 triliun. Rinciannya adalah penempatan di Bank Penerima Setoran (BPS) dari rencana 55.9 triliun akan tetapi realisasinya lebih besar, yakni sebesar 65.4 triliun, kemudian investasi di SBSN dari rencana 55.9 triliun telah terealisasi 48.7 triliun. Jadi target pengelolaan dana haji pada tahun 2018 yang dikelola oleh BPKH telah 100% terealisasi dengan investasi terhadap bank syari’ah lebih banyak dibandingkan dengan investasi di SBSN.
Ahmad Zaky juga menjelaskan mengenai jumlah calon jamaah haji baru yang mendaftar pada tahun 2018. Data di BPKH mencatat ada 664 ribu calon jamaah haji baru dari target 550 ribu calon jamaah haji. Artinya calon jamaah haji baru pada tahun 2018 mengalami kenaikan 120%. Dia juga membandingkan waktu antrian jamaah haji di Indonesia dengan di Malaysia yang memiliki masa antri sampai 100 tahun. Data BPKH mencatat bahwa trend calon jamaah haji baru pada tahun 2018 mengalami kenaikan dibandingkan dengan tiga tahun sebelumnya, yakni pada tahun 2015, tahun 2016 dan tahun 2017. Selain itu, BPKH juga mencatat bahwa ada sekitar 13 juta wajib haji yang belum daftar.
Selanjutnya, Ahmad Zaky menjelaskan bahwa BPKH memiliki sasaran Dana Pengelolaan Keuangan Haji pada tahun 2022 sebesar 150 triliun dan pada tahun 2030 sebesar 300 triliun. Sasaran nilai manfaat dana haji juga ada 5% yang dimanfaatkan untuk biaya operasional BPKH. Ahmad juga menjelaskan bahwa biaya semestinya untuk haji adalah sekitar 70 juta akan tetapi selama ini disubsidi sebesar 35 juta. Rinciannya adalah pada tahun 2016 total biaya haji adalah sebesar 54,1 juta, kemudian pada 2017 naik menjadi 59,6 juta, kemudian naik lagi menjadi 69,2 juta dan pada tahun 2019 naik menjadi 70,6 juta. Akan tetapi biaya jamaah haji pada tahun 2019 ditetapkan sama seperti biaya jamaah haji tahun 2018 yakni sebesar 35,2 juta. Maka subsidi jamaah haji akan semakin naik (indirect cost) yakni sebesar 35,4 juta.
Mengenai alokasi penempatan dan investasi dana haji BPKH mencatat bahwa pada 2017 investasi di Bank Umum Syari’ah (BUS) sebesar 65% sedangkan investasi di Sukuk 35%. Kemudian pada 2018 presentase seimbang menjadi 50% di BUS dan Sukuk. Adapun pada 2019 direncanakan 50% dana haji akan diinvestasikan pada BUS, Sukuk 20% dan Emas 5% kemudian investasi langsung sebesar 15% dan Investasi lainnya sebesar 10%. Investasi langsung nantinya seperti catering dan dalam penerbangan yang akan bekerjasama dengan Garuda Indonesia. Prioritas investasi dana haji di bidang penerbangan sebesar 40%, catering 10% dan perumahan 30%. Perumahan yang dimaksud adalah perumahan yang dibangun di Mekah. BPKH juga menjelaskan mengenai dana abadi umat yang totalnya sekitar 170 milyar dan telah dibahas Bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dana abadi umat ini direncananya akan menjadi program kemaslahatan yang meliputi 5% untuk sosial keagamaan, 10% kesehatan, 15% untuk ekonomi umat, dan 30% untuk pelayanan haji. Kemudian untuk Pendidikan dan dakwah sebesar 20% seperti untuk pembangunan pesantren, program pendididikan organisasi masyarakat dan sarana prasarana ibadah sebesar 20%.
Mengenai dana haji yang digunakan untuk infrastruktur BPKH menjelaskan bahwa sampai sekarang tidak ada dana haji yang digunakan langsung untuk infrastruktur. Untuk sementara masih di Sukuk, karena aman dan dijamin oleh LPS, nantinya memungkinkan untuk infrastruktur. Akan tetapi, yang terpenting adalah sesuai dengan prinsip aman, untung, low risk. Untuk sekarang ini berinvestasi pada hal-hal yang menunjang jamaah haji seperti penerbangan agar lebih murah dan juga di hotel.
Kantor Wilayah Kementerian Agama DIY
Ketua Kantor Wilayah Kementrin Agama DIY Imam Khoiri, S.Ag. menjelaskan bahwa perpindahan pengelolaan dana haji baru dilaksanakan kurang lebih satu tahun, meskipun undang-undangnya sudah ada dari tahun 2014. Dahulu mekanismenya dana yang masuk ke rekening Kementerian Agama, sekarang sudah langsung ke BPKH. Instrumen investasi dahulu ditempatkan oleh diretorat ke SBSN dan juga kedua di instrumen investasi di bank syari’ah.
Insturmen investasi sekarang yang dilakukan oleh BPKH merupakan amanat dari Undang-undang (UU). Walaupun dikurangi 5% untuk biaya operasional BPKH. Hal ini karena harapannya insturmen investasi akan memiliki nilai return yang semakin besar, yang mana poin pentingnya adalah pada SBSN. Sebelumnya Kementerian Agama dan Kementerian Keuangan juga telah memiliki MoU, maka dana yang sudah masuk ke Kementerian Keuangan digunakan sesuai ketentuan. Asalkan tidak ada gharar. Dia juga menjelaskan bahwa dalam bahasanya skema ini seperti skema ponzi, akan tetapi pada saat ini masyarakat dibuat semakin panik.
Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi DIY
Narasumber dari Kanwil Ditjen menanggapi rencana yang akan dilakukan oleh BPKH untuk melakukan investasi emas. Emas perlu dipertimbangka lagi, hal ini dikarenakan emas terlalu fluktuatif dengan US Dollar. Juga menjelaskan bahwa dana haji yang dikelola oleh pemerintah yang kemudian diinvestasikan dalam SBSN itulah yang digunakan untuk pemerintah untuk membangun jembatan, jalan dsb. Jadi bukan dana haji langsung yang digunakan. Dapat diperhatikan juga bahwa ini merupakan win win solution, dibanding pemerintah berhutang, karena dari dalam negeri terdapat dana yang bisa dikelola. Hal ini karena pendapatan negara kita kurang, sedangkan infrastruktur itu penting. Jadi proyek dari SBSN untuk infrastruktur sudah banyak.
Maka yang dapat dipahami adalah dana yang digunakan bukanlah dana langusng dari dana haji. Akan tetapi dana yang telah diinvestasikan oleh pemerintah. Jadi BPKH memberikan hutang kepada pemerintah, kemudian pemerintah menggunakan dana tersebut yang mana bebas untuk apa saja, karena status hukumnya jelas dan syarat-syaratnya terpenuhi dan resikonya tidak besar. Hal ini juga dapat menjadi alternatif yang lebih bagus pembiayaan yang berasal dari dalam negeri. Karena potensi dana haji ini cukup besar. Jadi nantinya dana yang dikelola oleh BPKH bisa digunakan untuk kepentingan kita semua, sepanjang investasinya jelas.
Otoritas Jasa Keuangan DIY
Narasumber pertama dari OJK DIY diwakili oleh Budi Saptono. Beliau menjelaskan sedikit tentang kedudukan OJK dan juga tugas OJK, yaitu mengawasi terkait lembaga keuangan yang ada di Indonesia kecuali koperasi. Adapun pada dana haji yang dikelola oleh BPKH itu sendiri tidak diawasi oleh OJK, karena tidak dijelaskan dalam UU Nomor 34 tahun 2014. Kemudian menjelaskan juga mengenai risiko dari dana yang diinvestasikan oleh BPKH. Pertama yaitu risiko keseimbangan antara return dan kenaikan harga. Juga merekomendasikan adanya lembaga khusus di BKPH, dan dalam berinvestasi yang harus dikedepankan adalah prinsip aman, karena berasal dari dana haji. OJK juga melihat bahwa apabila dilihat lebih jauh, lama-lama BPKH untuk berbisnis karena harus menutup subsidi. Maka dari itu, ke depannya bisa menjadi bahan diskusi. Juga BPKH dapat mengeluarkan laporan keuangan agar lebih akuntabel.
Selanjutnya Asteria Diantika dari OJK menambahkan bahwa OJK juga tergabung dalam satgas waspada investasi dengan 7 lembaga pemerintah lainnya. Hal ini karena adanya laporan-laporan dari masyarakat, khususnya terkait jasa umroh yang telah terjadi, seperti kasus First Travel. Astera juga memberikan saran bahwa ada dua prinsip yang harus diperhatikan, yaitu prinsip aspek legal, apakah sudah ada perizinannya dan juga logis. Jadi OJK hanya mengawasi lembaga keuangan, tapi kami juga untuk mengawasi investasi yang tergabung dalam satgas waspada investasi.
Majelis Ulama Indonesia DIY
Pada FGD ini  MUI DIY diwakili oleh KRT. Drs. H.A.M. Kamaludiningrat. Beliau menggunakan referensi pemberitaan yang dikeluarkan oleh Republika dengan judul “Benarkah Dana Haji Dipakai untuk Proyek Infrastruktur?”. Pemaparan dari MUI DIY menjelaskan bahwa jikalau memang ada dana haji yang pada akad wakalahnya juga infrastruktur maka haram dan tidak ada akad wakalah jamaah haji untuk infrastruktur. Namun, dana yang digunakan untuk kemaslahatan umat boleh dilakukan.
Akademisi
Lusia Kurnianti, S.H., M.H. menekankan adanya PPP (Public Private Partnership) yang menjadi trend. Juga menyarankan adanya sosialisasi yang harus dilakukan. Ia juga mengatakan agar tidak adanya kesalahpahaman dan output. Kemudian menyarankan bagaimana bentuk dari dinfra, yang mana berdasarkan Peraturan Kementerian 52 Tahun 2017 bagaimana pengelolaan dana investasi berbentuk kontak kolektif. Baginya yang paling penting adalah kontraknya. Juga jangan sampai menjustifikasi dana haji langsung dipakai, akan tetapi dijamin oleh pemerintah.
Selanjutnya, Pak Mujib mengatakan kenapa munculnya isu dan haji untuk infrastruktur ini selain dari karena isu politik, masyarakat juga khawatir karena adanya skandal FT (First Travel) yang kemudian ditarik dengan dana haji yang dikelola oleh pemerintah. Adanya BPKH ini karena telah diatur oleh UU Nomer 34 tahun 2014 yang mana dulunya dikelola oleh Kemenag, hal ini merupakan proses trust pemerintah. Kemudian isu selanjutnya adalah ketika muncul di publik berkaitan dengan kontraknya. Memang di dalam akadnya tidak ada akad wakalah, karena masyarakat hanya membayar dana untuk haji.
Selain itu, beliau juga menyarankan adanya investasi terhadap asrama haji, terutama di destinasi-destinasi wisata. Juga menyarankan investasi ke reksadana, karena tahun lalu reksadana ramai dengan system syari’ah yang harapannya dapat cipratan investasi dari BPKH. Maka BPKH bisa membuat aturan main turunan dari PP No. 15 yang mengatur hal tersebut sehingga memiliki SOP khusus yang ketika masuk ke dalam investasi reksadana atau investasi langsung sehingga menjadi guidelines BPKH itu sendiri.



EmoticonEmoticon