
Stop Sexual Abuse pada Anak Sejak Dini
Oleh: Mutiah*
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Pasal 1 Butir 5
tentang Hak Asasi Manusia menerangkan bahwa anak adalah seseorang yang belum
berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila ada
kepentingan tertentu. Hak anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin,
dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah,
maupun negara. Kedudukan anak dalam lingkungan hukum sebagai subyek hukum ditentukan
dari bentuk dan sistem hukum terhadap anak sebagai kelompok masyarakat yang
berada di dalam status hukum dan tergolong tidak mampu karena di bawah umur. Tetapi
dalam hal ini hak anak belum sepenuhnya bisa terlindungi oleh masyarakat karena
banyaknya seseorang ataupun sekelompok orang yang secara melawan hukum
mengurangi, menghalangi, membatasi atau mencabut hak asasi manusia.
Kasus pelanggaran hak asasi manusia yang sering
terjadi terhadap anak di negara Indonesia adalah pencabulan. Menurut R. Soesilo
berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), pengertian pencabulan
ialah segala perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan
yang keji. Semua itu dalam lingkungan nafsu birahi kelamin, misalnya mencium,
meraba-raba anggota kemaluan, dan lain sebagainya. Kemudian pada umumnya yang menjadi
korban pencabulan ini adalah anak-anak. Seperti kasus pada seorang pedagang
roti keliling yang melakukan pencabulan terhadap 6 murid SD di kawasan Tarandam,
Kecamatan Padang Timur, Kota Padang. Pelaku diamankan pihak sekolah pada Kamis
kemarin. Kasusnya masih dalam proses. Diduga dari 6 korban pencabulan,
empat di antaranya perempuan dan sisanya adalah laki-laki,” kata Yulmar kepada
tribunpadang.com, Jumat (28/9/2018). Kasus pencabulan terhadap anak di bawah
umur tersebut, sudah dicatat dalam laporan polisi LP/2081/K/IX/2018/SPKT unit
II, tertanggal 27 September 2018.
Sikap pelaku tersebut sangat melanggar kesusilaan
terhadap anak, apalagi kasus tersebut terjadi pada anak di bawah umur. Faktor yang menyebabkan pelaku melakukan pencabulan di antaranya: Pertama adalah faktor rendahnya
pendidikan dan ekonomi. Dikarenakan rendahnya pendidikan maka akan menyebabkan
seseorang juga memiliki kekurangan dalam hal wawasan pemahaman, sehingga dalam
melakukan tindak pidana pencabulan tidak mengetahui dampak dari perbuatannya. Kedua
yaitu faktor lingkungan dan tempat tinggal, faktor tersebut dapat dipicu oleh
keadaan lingkungan sekitarnya yang didominasi oleh anak-anak dan mereka banyak
yang menggunakan pakaian minim, sehingga hal tersebut memancing pelaku untuk
melakukan pencabulan. Ketiga ialah minuman keras (alkohol). Orang yang di bawah
pengaruh alkohol sangat berbahaya karena menyebabkan hilangnya daya menahan
diri dari si peminum. Terakhir yang keempat adalah faktor teknologi. Menurut
Warjan Tarigan, perkembangan teknologi yang begitu pesat membuat manusia lebih
mudah untuk mendapatkan sesuatu hal yang dia inginkan.
Sanksi mengenai perbuatan cabul terhadap anak diatur
dalam UU No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang
perlindungan anak, ketentuan tersebut terdapat dalam Pasal 81 yaitu sebagai berikut:
(1) setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15
(lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp.
5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) ketentuan pidana sebagaimana dimaksud Pasal (1)
berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat
serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya
atau dengan orang lain.
(3) dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Ayat
(1) dilakukan oleh orang tua, wali, penghasuh anak, pendidik, atau tenaga
kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana
dimaksud pada Ayat (1).
Nagara Indonesia mengatur tentang kejahatan terhadap kesusilaan
pencabulan ini dalam Pasal 289 KUHP: “barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan
dilakukan perbuatan cabul, dihukum karena salahnya melakukan perbuatan
melanggar kesopanan dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun.”
Anak merupakan anugerah yang Allah SWT titipkan kepada
orang tua, dimana orang tua mempunyai kewajiban untuk membimbing, menjaga,
serta melindunginya. Ketika seorang anak berada di rumah, maka orang tualah
yang mempunyai kewajiban menjaga anak-anaknya, tetapi ketika anak berada di sekolah
di situlah peran orang tua berpindah tangan kepada guru. Guru di sini berperan
sebagai orang tua di sekolah. Karena itu peran orang tua di rumah dan guru di sekolah
sangatlah penting untuk mendidik anak agar tidak terpengaruh dengan pergaulan
yang negatif di lingkungan sekitarnya. Perbuatan pencabulan terhadap anak
maupun yang sejenisnya sangatlah berbahaya karena akan menimbulkan efek yang
sangat mengerikan, seperti beban mental yang diderita oleh korban sehingga
menyebabkan adanya trauma berkepanjangan yang dirasakan oleh korban. Maka dari
itu, perlindungan sejak dini terhadap anak harus selalu dilakukan oleh para orang tua maupun guru sebagai orang yang paling dekat dengan anak.
*Anggota PSKH Korp Lasda
Referensi :
Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid
1, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1981.
Putri, PD. 2018. Tinjauan Kronologis Tindak Pidana Terhadap Anak di Bawah
Umur. Ilmu Hukum. Fakultas Hukum. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
EmoticonEmoticon