Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Monday, January 7, 2019

banner
Stop Sexual Abuse pada Anak Sejak Dini
Oleh: Mutiah*

Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Pasal 1 Butir 5 tentang Hak Asasi Manusia menerangkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila ada kepentingan tertentu. Hak anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, maupun negara. Kedudukan anak dalam lingkungan hukum sebagai subyek hukum ditentukan dari bentuk dan sistem hukum terhadap anak sebagai kelompok masyarakat yang berada di dalam status hukum dan tergolong tidak mampu karena di bawah umur. Tetapi dalam hal ini hak anak belum sepenuhnya bisa terlindungi oleh masyarakat karena banyaknya seseorang ataupun sekelompok orang yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi atau mencabut hak asasi manusia.
Kasus pelanggaran hak asasi manusia yang sering terjadi terhadap anak di negara Indonesia adalah pencabulan. Menurut R. Soesilo berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), pengertian pencabulan ialah segala perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji. Semua itu dalam lingkungan nafsu birahi kelamin, misalnya mencium, meraba-raba anggota kemaluan, dan lain sebagainya. Kemudian pada umumnya yang menjadi korban pencabulan ini adalah anak-anak. Seperti kasus pada seorang pedagang roti keliling yang melakukan pencabulan terhadap 6 murid SD di kawasan Tarandam, Kecamatan Padang Timur, Kota Padang. Pelaku diamankan pihak sekolah pada Kamis kemarin. Kasusnya masih dalam proses. Diduga dari 6 korban pencabulan, empat di antaranya perempuan dan sisanya adalah laki-laki,” kata Yulmar kepada tribunpadang.com, Jumat (28/9/2018). Kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur tersebut, sudah dicatat dalam laporan polisi LP/2081/K/IX/2018/SPKT unit II, tertanggal 27 September 2018.
Sikap pelaku tersebut sangat melanggar kesusilaan terhadap anak, apalagi kasus tersebut terjadi pada anak di bawah umur. Faktor yang menyebabkan pelaku melakukan pencabulan di antaranya: Pertama adalah faktor rendahnya pendidikan dan ekonomi. Dikarenakan rendahnya pendidikan maka akan menyebabkan seseorang juga memiliki kekurangan dalam hal wawasan pemahaman, sehingga dalam melakukan tindak pidana pencabulan tidak mengetahui dampak dari perbuatannya. Kedua yaitu faktor lingkungan dan tempat tinggal, faktor tersebut dapat dipicu oleh keadaan lingkungan sekitarnya yang didominasi oleh anak-anak dan mereka banyak yang menggunakan pakaian minim, sehingga hal tersebut memancing pelaku untuk melakukan pencabulan. Ketiga ialah minuman keras (alkohol). Orang yang di bawah pengaruh alkohol sangat berbahaya karena menyebabkan hilangnya daya menahan diri dari si peminum. Terakhir yang keempat adalah faktor teknologi. Menurut Warjan Tarigan, perkembangan teknologi yang begitu pesat membuat manusia lebih mudah untuk mendapatkan sesuatu hal yang dia inginkan.
Sanksi mengenai perbuatan cabul terhadap anak diatur dalam UU No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, ketentuan tersebut  terdapat dalam Pasal 81 yaitu sebagai berikut:
(1) setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) ketentuan pidana sebagaimana dimaksud Pasal (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
(3) dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, penghasuh anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada Ayat (1).
Nagara Indonesia mengatur tentang kejahatan terhadap kesusilaan pencabulan ini dalam Pasal 289 KUHP: “barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dihukum karena salahnya melakukan perbuatan melanggar kesopanan dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun.”
Anak merupakan anugerah yang Allah SWT titipkan kepada orang tua, dimana orang tua mempunyai kewajiban untuk membimbing, menjaga, serta melindunginya. Ketika seorang anak berada di rumah, maka orang tualah yang mempunyai kewajiban menjaga anak-anaknya, tetapi ketika anak berada di sekolah di situlah peran orang tua berpindah tangan kepada guru. Guru di sini berperan sebagai orang tua di sekolah. Karena itu peran orang tua di rumah dan guru di sekolah sangatlah penting untuk mendidik anak agar tidak terpengaruh dengan pergaulan yang negatif di lingkungan sekitarnya. Perbuatan pencabulan terhadap anak maupun yang sejenisnya sangatlah berbahaya karena akan menimbulkan efek yang sangat mengerikan, seperti beban mental yang diderita oleh korban sehingga menyebabkan adanya trauma berkepanjangan yang dirasakan oleh korban. Maka dari itu, perlindungan sejak dini terhadap anak harus selalu dilakukan oleh para orang tua maupun guru sebagai orang yang paling dekat dengan anak.



*Anggota PSKH Korp Lasda

Referensi :
Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid 1, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1981.

Putri, PD. 2018. Tinjauan Kronologis Tindak Pidana Terhadap Anak di Bawah Umur. Ilmu Hukum. Fakultas Hukum. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
                                                               


EmoticonEmoticon