
Oleh: Ma'rifatun Nihayah Agustin
Pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) mengenai Perubahan atas Undang- Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) telah diresmikan menjadi Undang-Undang di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) yang dipimpin oleh Puan Maharani pada hari Kamis tanggal 20 Maret 2025 kemarin, keputusan ini menjadi bagian dari terjadinya peristiwa besar dalam sejarah legislasi Indonesia. Proses ini tidak hanya melibatkan dinamika politik, tetapi juga aksi massa, kontroversi kebijakan, hingga kekhawatiran terhadap dampaknya pada demokrasi dan supremasi sipil. Perjalanan panjang dari pra hingga pasca pengesahan penuh dengan insiden yang menggugah perhatian publik.
Awal kontroversi dimulai pada Februari 2025, ketika Presiden Prabowo Subianto mengirimkan surat kepada DPR untuk membahas revisi UU TNI. Surat tersebut menjadi dasar bagi Komisi I DPR untuk membentuk panitia kerja yang bertugas membahas revisi ini secara intensif. Namun sejak awal, proses pembahasan mendapat kritik karena dianggap dilakukan secara terburu-buru dan minim transparansi. Bahkan, beberapa pertemuan penting dilaporkan berlangsung tertutup di hotel tanpa partisipasi publik.
Pada awal Maret 2025, Komisi I DPR menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan melibatkan akademisi, pakar hukum, dan masyarakat sipil untuk memberikan masukan terkait revisi UU TNI. Namun, RDPU ini tidak mampu meredakan kekhawatiran publik. Koalisi masyarakat sipil mulai menggelar aksi di depan Gedung DPR/MPR RI sebagai bentuk penolakan terhadap revisi tersebut. Mereka membawa spanduk dan mencoreti dinding juga jalanan dengan tulisan "KEMBALIKAN MILITER/TENTARA ke BARAK", "Say No to UU TNI-POLRI”, ”TOLAK DWIFUNGSI ABRI” hingga ribuan hastag ”#TOLAK RUU TNI” sebagai simbol perlawanan terhadap apa yang mereka anggap sebagai ancaman terhadap prinsip demokrasi.
Aksi tolak RUU TNI di depan gedung DPRD Kota Malang. Sumber : VIVA Malang / Uki Rama
Puncak dari proses ini terjadi pada 20 Maret 2025, saat DPR menggelar Sidang Paripurna ke-15 untuk mengesahkan RUU TNI menjadi undang-undang. Ketua DPR Puan Maharani memimpin sidang tersebut dengan seluruh fraksi menyatakan persetujuan secara bulat. Pengesahan ini berlangsung cepat tanpa banyak perdebatan di ruang sidang, meski di luar gedung DPR suasana sangat berbeda. Massa aksi yang berkumpul melakukan demonstrasi besar-besaran sebagai bentuk penolakan terhadap pengesahan RUU tersebut. Demonstrasi ini diwarnai dengan orasi bergantian dan nyanyian lagu perjuangan yang menciptakan suasana tegang di sekitar gedung parlemen.
Setelah pengesahan, gelombang protes terus berlanjut di berbagai daerah. Mahasiswa di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Malang, Yogyakarta dan daerah besar lainnya menggelar aksi menolak UU TNI dengan cara turun ke jalan membawa poster dan berorasi. Beberapa demonstrasi berakhir ricuh akibat bentrokan dengan aparat keamanan. Di Jakarta dan Surabaya, aksi unjuk rasa berujung kericuhan setelah polisi menggunakan meriam air untuk membubarkan massa yang bertahan di depan Gedung DPR. Bahkan ditemukan aparat intelijen yang menyamar sebagai demonstran sambil membawa senjata sampai memicu kemarahan publik.
Tidak hanya itu, intimidasi terhadap aktivis juga dilaporkan terjadi selama demonstrasi berlangsung. Beberapa peserta aksi ditangkap oleh aparat keamanan dan mengalami kekerasan fisik saat berada dalam tahanan sementara. Insiden ini menambah ketegangan antara masyarakat sipil dan aparat negara serta memunculkan pertanyaan besar tentang ruang kebebasan berekspresi di Indonesia. Sedikit ada perbedaan aksi yang dilakukan di Malang, yang mana dengan melakukan pembakaran sebagian dari gedung DPR.
Kritik terhadap isi revisi UU TNI juga semakin mengemuka pasca-pengesahan. Salah satu poin kontroversial adalah penambahan tugas baru bagi TNI dalam operasi militer selain perang, seperti penanggulangan ancaman siber dan perlindungan kepentingan nasional di luar negeri. Selain itu, prajurit aktif kini dapat menduduki jabatan sipil di kementerian dan lembaga negara. Banyak pihak menilai bahwa langkah ini berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi TNI yang pernah menjadi sorotan negatif pada era Orde Baru.
Kekhawatiran lain datang dari dampak ekonomi dan birokrasi akibat kebijakan tersebut. Penempatan prajurit aktif di jabatan sipil dikhawatirkan menciptakan persaingan dengan Aparatur Sipil Negara (ASN) serta pegawai BUMN yang telah lama menjalankan fungsi-fungsi tersebut. Hal ini dinilai dapat menurunkan efisiensi birokrasi sekaligus menimbulkan ketidakpuasan di kalangan masyarakat sipil.
Untuk merespons pengesahan UU TNI, kelompok masyarakat sipil terutama dari kalangan mahasiswa UI Fakultas Hukum yang berjumlah 7 orang sebelumnya telah mempersiapkan uji materi lalu menggugat revisi UU TNI ke Mahkamah Konstitusi (MK). Langkah ini bertujuan untuk membatalkan beberapa pasal kontroversial dalam UU tersebut yang dianggap bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi sipil. Para aktivis berharap MK dapat memberikan putusan yang adil demi menjaga keseimbangan antara peran militer dan sipil dalam pemerintahan.
Mahasiswa FH UI menggugat RUU TNI. Sumber : tempo.co
Di sisi lain, pemerintah berusaha meyakinkan publik bahwa revisi UU TNI diperlukan untuk menghadapi tantangan keamanan modern seperti ancaman siber dan konflik geopolitik internasional. Namun, argumen ini belum sepenuhnya diterima oleh masyarakat luas yang masih mempertanyakan dampak jangka panjang dari kebijakan tersebut terhadap demokrasi Indonesia.
Pengesahan UU TNI mencerminkan dinamika hubungan sipil-militer di Indonesia yang terus berkembang sejak era reformasi. Sementara ada upaya untuk memperkuat peran militer menghadapi tantangan global, perhatian terhadap dampak sosial-politik tetap menjadi isu krusial bagi masa depan demokrasi Indonesia. Di tengah ketegangan ini, masyarakat berharap agar prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi sipil dapat terjaga demi kebaikan bersama.
Dengan berbagai insiden yang terjadi dari pra hingga pasca pengesahan UU TNI, perjalanan legislasi ini menjadi sorotan utama masyarakat dan pengamat kebijakan publik. Implementasinya akan terus diawasi untuk memastikan bahwa perubahan besar ini tidak mengorbankan nilai-nilai demokrasi yang telah diperjuangkan selama puluhan tahun terakhir.
Demikianlah, RUU TNI membawa dampak yang kompleks bagi masyarakat yang sering kali tidak terlihat ole publik. Penting bagi kita untuk terus menggali informasi dan memahami implikasi dari kebijakan ini. Seiring berjalannya masa, mari kita berdiskusi lebih aktif lagi, agar setiap keputusan yang diambil bisa mencerminkan kepentingan serta kebutuhan masyarakat. Terima kasih telah membaca online news PSKH ini dan tetap Bersama kami untuk berita-berita menarik selanjutnya.
Reference:
1. https://www.kemhan.go.id/2025/03/20/ruu-perubahan-uu-tni-disetujui-dpr-menhan-
tegaskan-transformasi-tni.html : RUU Perubahan UU TNI Disetujui DPR, Menhan Tegaskan Transformasi TNI
2. https://fahum.umsu.ac.id/berita/ruu-tni-disahkan-ini-dampak-yang-akan-terjadi/ :
RUU TNI Disahkan, Ini Dampak yang Akan Terjadi
3. https://www.tempo.co/politik/dpr-sahkan-revisi-uu-tni-bagaimana-tahapan-
penyusunan-ruu-menjadi-uu--1222202 : DPR Sahkan Revisi UU TNI, Bagaimana Tahapan Penyusunan RUU Menjadi UU?
4. https://fahum.umsu.ac.id/info/uu-tni-disahkan-oleh-dpr-ri-20-maret-2025-ini-point-pentingnya/
: UU TNI Disahkan Oleh DPR RI 20 Maret 2025, Ini Point Pentingnya
EmoticonEmoticon