
Oleh: Tifana Ilahi Nuris*
Perbandingan Mazhab ‘15
Secara garis besar, Indonesia merupakan negara yang
mayoritas masyarakatnya beragama Islam. Sejak masuknya Islam ke Indonesia
sekitar abad ke-7 Masehi, pemberlakuan sebagian hukum Islam sudah di praktikkan
oleh seluruh kerajaan Islam masa itu. Salah satu buktinya ialah adanya
peradilan agama dalam Papakeum (kitab) Cirebon. Bidang hukum Islam yang
berlaku pada saat itu adalah perkawinan, perwakafan, kewarisan, infak dan
sedekah. Hukum dapat dikatakan hidup apabila ditinjau dari dua segi, yaitu
sosiologis dan yuridis. Secara sosiologis, hukum islam dapat dikatakan telah
berlaku di Indonesia, sebab sebagian hukum islam telah hidup dan berkembang di
masyarakat sejak zaman kerajaan Islam kemudian berlaku pada masa penjajahan
colonial belanda hingga zaman kemerdekaan. Secara yuridis, sebagian hukum islam
telah dilaksanakan. Akan tetapi, perlu diketahui penerapan prinsipnya berangsur-angsur
dalam pengundangan hukum Islam di Indonesia.
Semenjak penjajah masuk hingga “mencekik” dan
menundukkan pribumi dengan segala “kediktatoran”nya, mereka mulai meredupkan
cahaya Islam secara perlahan-lahan dengan cara dimunculkan berbagai teori eksistensi
keberlakuan hukum islam di Indonesia. Teori yang paling menyesatkan adalah
teori Receptie yang dikemukakan oleh Christian Snouck Hurgronye
(1857-1936). Teori ini mengatakan bahwa, “Bagi rakyat pribumi pada dasarnya
berlaku hukum adat. Hukum Islam berlaku jika norma hukum Islam telah diterima
oleh masyarakat sebagai hukum adat”. Teori ini berpangkal pada Snouck yang
berkeinginan bahwa orang-orang pribumi jangan sampai kuat dalam memegang ajaran
Islam. Apabila mereka kuat, mungkin sangat sulit untuk dipengaruhi oleh
peradaban Barat. Dalam temuan Afdol dan Ichtijanto, upaya real yang dilakukan
oleh pemerintah Belanda dalam menghambat pelaksanaan hukum Islam salah satunya
ialah “Tidak memasukan masalah Hudud dan qishash dalam bidang
hukum pidana. Hukum pidana diberlakukan dan diambil dari Wetboek van
Strafrect Nederland sejak januari 1919 (Staatsblad, 1915 No. 732). Sampai
saat ini, di negara Republik Indonesia berlaku berbagai sistem hukum,
diantaranya ialah: Sistem hukum adat, hukum Islam, serta hukum barat (baik
berupa Civil Law maupun Common Law atau hukum Anglo Saxon).
Dari uraian diatas, setelah adanya penjajahan oleh
Belanda system hukum nasional pun di pengaruhi oleh apa yang di anut oleh
mereka, seperti halnya hukum pidana yang mulai diberlakukan sejak tahun 1919.
Untuk itu, disini penulis ingin memaparkan sebuah system hukum yang bersumber
dari ajaran Islam yakni Hukum Pidana Islam dan mencoba membumikannya dengan
hukum yang berlaku saat ini baik dengan cara disandingkan dengannya atau bahkan
melalui cara pembaharuan suatu system hukum yang telah ada.
Mendengar kata Hukum Pidana Islam, hal pertama yang
paling tertanam di dalam mind set sebagian masyarakat kita adalah suatu
system hukum yang mengabaikan aspek kemanusiaan. Masyarakat kita hanya
melihatnya sebatas kulitnya saja, yang mereka tau hanyalah bagian kejamnya saja
dan menafikan bagian lainya. Padahal ada bagian-bagian tertentu yang tidak dilihat,
semisal dalam perkara kasus pencurian dengan hukuman had atau potong
tangan. Sebagian masyarakat kita hanya melihat sisi akibat hukuman dari
pencurian itu tetapi tidak melihat dari sisi sebab diberlakukannya hukuman
potong tangan tersebut, dan sebab inilah yang mestinya di cermati oleh
masyarakat kita, karena sejatinya hukuman potong tangan tidak semata-mata
diberlakukan tanpa pertimbangan hukum, perlu ada syarat-syarat tertentu yang
mengakibatkan diberlakukannya hukuman tersebut. Oleh karena itu, kita perlu tau
apa yang di maksud dengan Hukum Pidana Islam. Hukum Pidana Islam ialah hukum
yang mengenai tindak kejahatan yang berkaitan dengan kejahatan manusia atas
manusia lainnya ataupun atas benda yang
merupakan harta benda hak orang lain, pengaturannya bersumber pada ajaran islam
baik Al-Qur’an atau Hadist.
Dari penjelasan sinngkat mengenai Hukum Pidana Islam,
penulis ingin berupaya bagaimana hukum pidana Islam dapat berbaur dan menjadi
panutan bagi umat muslim di Indonesia. Ada beberapa alasan yang menjadikan
penulis setuju untuk diadakannya hukum pidana Islam. Pertama,hal yang
paling mendasar ialah jumlah umat Islam yang mencapai angka 80%. Atas dasar
itu, dengan diberlakukannya hukum pidana Islam, hal itu menjadi sebuah bentuk
pengamalan ajaran islam secara menyeluruh dan itu dilindungi serta dijamin oleh
konstitusi, berikut landasan konstitusinya:
1.
Pasal 28E ayat (1) UUD 1945: “Setiap orang bebas
memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan
pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal
di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.”
2.
Pasal 29 UUD 1945:
(1) Negara
berdasarkan atas ketuhanan yang maha esa.
(2) Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
3.
Pasal 22 UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia (HAM):
(1) Setiap orang
bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu.
(2) Negara
menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk
beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Kedua,
timbulnya keresahan disebagian besar kelompok masyarakat tentang adanya
ketidak adilan sehingga mulai melirik system hukum ini karena masyarakat sudah
mulai cerdas dalam menanggapi persoalan hukum di Indonesia. Ketiga, hukum
pidana Islam merupakan konsep hukum yang menitik beratkan pada prinsip keadilan
serta kemashlahatan. Dan yang terakhir ialah karena produk hukum pidana yang
saat ini diterapkan merupakan produk lama yang sudah mulai using dan perlu
adanya pembaharuan serta perlu adanya revisi.
Namun, ada beberapa hal yang mesti kita pahami bahwa
sangat sulit untuk menerapkannya baik secara menyeluruh ataupun sebagian, butuh
perhatian serta antusias lebih dari pihak pemerintah maupun masyarakat yang
notabene beragama Islam. Banyak sekali tantangan serta hambatan yang pasti akan
ditemui jika system hukum ini akan diberlakukan. Pertama, secara
konstitusional negara Republik Indonesia tidak menyatakan diri sebagai negara
Islam, artinya segala peraturan yang ada tidak berlandaskan ajaran islam secara
menyeluruh dan itu menjadi hambatan terberat bagi kelompok yang menyetujui
pemberlakuan hukum pidana Islam. Kedua, Pendidikan agama Islam yang di
persempit beserta jam terbangnya (khusus sekolah umum). Ketiga, tumbuhnya Islamophobia dan Sekulerisme serta
juga isme-isme lainnya di lingkungan masyarakat kita (sebagian). Akibat jangka
pendek serta jangka panjangnyanya ialah minimnya ahli pidana islam di
Indonesia, minimnya pengetahuan masyarakat tentang konsep fikih jinayah secara
menyeluruh dan utuh, mind set masyarakat cenderung negative hingga berakibat
timbulnya sikap apatis di sebagian kalangan masyarakat.
Dari apa yang telah dijelaskan di atas mengenai alasan
serta hambatan dalam pembumian hukum pidana islam ke ranah hukum nasional,
penulis ingin mengemukakaan beberapa solusi yang sekiranya dapat membantu merubah
serta meminimalisir kerancuan mind set masyarakat, berikut solusinya: Pertama,
umat harus memberi jaminan konseptual bahwa implementasi hudud dan qishash
tidak melanggar hak kemanusiaan. Kedua, merubah system pendidikan
yang selama ini seolah-olah cenderung mengesampingkan pelajaran agama. Ketiga,
perlu diadakannya sosialisasi tentang konsep fikih jinayah dikalangan
masyarakat secara berkala sebagai suatu upaya untuk membangun paradigm baru
tentang system hukum ini. Keempat, penyerapan hukum pidana Islam ke
dalam hukum yang berlaku saat ini. Kelima, pasal-pasal dalam hukum
pidana Islam hanya berupa pasal diferensiasi, artinya hanya berlaku bagi umat
Islam saja.
Demikianlah yang sekiranya dapat penulis
sampaikan tentang bagaimana upaya untuk pembumian hukum pidana Islam ke dalam
ranah hukum yang berlaku saat ini. Untuk mewujudkan serta merealisasikan hal
tersebut secara utuh dan menyeluruh memang sangat sulit apabila hanya
segelintir kelompok saja yang menggaungkan hal ini, perlu menjadi perhatian
yang serius serta upaya khusus baik dari pihak pemerintah dan juga maysarakat
dalam menjamin hadirnya serta membuminya hukum pidana Islam di tengah
masyarakat kita yang kemudian menjadi pedoman hukum nasional apabila di
apresiasikan oleh setiap umat beragama yang ada di Indonesia.
Sekian.
Wallahu A’lam Bii Ash-Shawab….
Yogyakarta, 10 April 2017 pkl 00.03
*Essay Terbaik PAB DIKLATSARKUM PSKH 2017 kategori semester IV
*Essay Terbaik PAB DIKLATSARKUM PSKH 2017 kategori semester IV
2 comments
Nice news
asah terus kemampuan menulisnya ��
EmoticonEmoticon