Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Monday, February 20, 2017

PSKH NEWSLETTER (EDISI KE LIMA)

Selamatkan Gerakan Galian Lubang di Bumi Indonesia

Oleh Bidang Penelitian dan Pengembangan PSKH 2016/2017


GOUVERNEUR C'EST PREVOIR (menjalankan pemerintahan itu, berarti melihat ke depan dan merencanakan apa saja yang akan atau harus dilakukan). Negara dalam memenuhi dan mengelola kebutuhan hidup orang banyak memerlukan kedaultan yang cukup besar. Hal ini tak terlepaskan dari Konstitusi Pasal 33 ayat 3, menyatakan  bumi, air, dan kekeayaan alam semata-mata dikelola oleh Negara berdasarkan kemakmuran rakyat. Sejalan dengan teori welfare state, dimana negara menjamin pengelolaan sumber daya alam sepenuhnya bagi rakyat. Kekayan yang begitu besar di bumi pertiwi salah satunya adalah pertambagan. Pertambanagan sebagai Sumber daya pokok harus dikelola secara baik, yang merupakan aset yang besar. Kaya dengan berbagai sumber daya alam sudah sepatutnya Indonesia dan selayaknya di taksir oleh negara lain.
Pertambangan di Indonesia memiliki beberapa daerah yang sangat potensial di beberapa daerah. Sebagian besar pertambangan baik pertambangan mineral, maupun pertambangan batu bara dikeloa negara melalui tender asing ataupun swasta. Salah satu daerah yang sangat menyita perhatian adalah daerah Kalimantan dengan potensi terbesar, khususnya di Kalimantan Timur Produksi energy dan pertambangan  menempatkan (68,5 % nasional) sekitar 120,5 juta ton produksi batu bara, gas bumi mencapai 1,98 TSCF (37,0% nasional) 1,98 TSCF produksi gas bumi (Energi Today: 2014) , ini merupakan angka yang sangat fantastis dalam menambah devisa negara terkait dalam hal proses produksi pertambangan.
Besarnya devisa negara, sudah sepatutnya dikelola secara bijkasana bagi kemakmuran rakyat dan prinsip lingkungan hidup. Namun, implemetasi dilapangan menyimpang dari cita-cita yang dibayangkan. Ekploitasi secara besar-besaran pertambangan tanpa memerhatikan bagaimana lingkungan yang terjadi disekitar kita. Hal ini membuat bumi semakin “merana” di usia yang tidak lagi” muda,” untuk layak dihuni untuk mahluk hidup, dan manusia.
Penambangan dengan cara eksploitasi secara masif dan massal hanya akan memuaskan  nafsu harta semata, memperkaya secara singkat tanpa perhatikan kedepan. Jika ditelisik lebih lanjut, dalam aspek pengelolaan lingkungan seperti pertambangan yang “memperbolehkan buka lubang” galian, masih jauh dari kata baik. Bahkan kegiatan “buka lubang” galian, sempat mendapat restu dari berbagai regulasi dan beleid dalam melakukan pertambagan.
Hal ini dapat ditemukan dalam PERMEN LH No. 4/2012 Indikator Ramah Lingkungan untuk Usaha dan atau Kegiatan Penambangan Terbuka  dalam lampiran dijelaskan bahwa dari sekitar 20 % dan 30 % tidak dilaksanakan tutup lubang lagi, dari total yang mendapatkan IUP. Hal ini pun dapat menyebakan pembobrokan wilayah Kaltim secara parah. Setiap perusahaan yang akan melakukan pertambangan  dan mendapat konsesi,diperbolehkan untuk meninggal kan lubang tambang tanpa ada kewajiban khusus untuk menutupnya kembali . Hal ini harus menjadikan PR besar bagi pemerintahan daerah Kaltim dalam hal melakukan ijin tambang. Jika melihat dilapangan mengingat sekitar 3.500 lubang dan 232 diantarnya ada di kota Samarinda (Distamben: 2015). Sudah sepatutnya kasus yang memperparah lingkungan harus ditelaah dan dikaji kembali.
Ketidak hadiran pemerintah yang mawas diri terhadap lingkungan dan melakukan tindakan yang tegas dalam menindak para pelaku perusahaan  yang mengelola lingkungan secara baik disini  menyebakan kekecewaan bangsa Indonesia. Alasanya sederhana, dengan pertambangan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, namun dalam implementasinya apakah sudah sedemikian rupa dalam pembangunan yang berkelanjutan mempertimbangkan aspek lingkungan, tidak mengorbankan jangka panjang sering dikorbankan bagi sebagian perusahaan.
Sebagai pencegahan secara preventif pemerintah memeiliki berbagai solusi meminimasilisir  dalam penyalahan pertmbangan yang ada. Salah satunya dengan melakukan koordinasi berbagai pihak terkait, dalam hal ini adalah Balai Lingkungan Hidup atau ditarik khusus berupa Komisi Pengawas dan Reklamasi Pascatambang, ESDM, dan Pemerintahan daerah disini harus bersinergi sesuai kewengan dan peran masing-masing dalam melakukan tugasnya. Paradigma suistanable development disini harus diperhatikan secara baik, artinya pemanfaatan SDA sejalan dengan pengelolaaan lingkungan.
Sebagai langkah teknisnya Kementrian Lingkungan Hidup misalnya melakukan pengawasan apakah perusahaan sudah mempunyai amdal yang baik, sudah layak melakukan operasi tambang berdasarkan lingkungan. Dilain itu pemerintah daerah juga mempunyai peran, apakah Ijin Usaha Pertambangan dari pusat ke daerah secara administrasi telah layak dan sesuai dengan kondisi daerah tersebut. Lain juga untuk Kementrian ESDM, harus diperhatikan apa saja syarat untuk melakukan pertambangan dan hal apa saja yang harus diperhatikan. Jika lagkah tersebut dapat dijalankan dengan seksama, maka pendapatan SDA di bumi Indonesia dapat memberikan manfaat sekaligus merawat lingkungan yang ada.

Presented by:
@PR_PSKH


Selamat membaca...
-Ilmu adalah Jendela Dunia-


PSKH

SIGAP, KRITIS MEMBEDAH WACANA


PSKH NEWSLETTER (EDISI KE EMPAT)


Mengurai Kekalutan Peraturan Daerah
Oleh Bidang Penelitian dan Pengembangan PSKH 2016/2017

       Sebagai berpenduduk terbanyak ke 4 di dunia sebesar 255.993.674 jiwa (CIA World Factbook: 2015), Indonesia merupakan negara berkembang perlahan menjadi negara maju. Hal ini bisa dilihat pembangunan mulai dilakukan dalam daerah-daerah yang utamanya berada di perbatasan negara, peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia dibidang gerakan bebas buta huruf , pemanfaatan sumber daya alam secara baik dikelola oleh negara. Semua di lakukan atas nama bangsa, demi mewujudkan kehidupan yang sejahtera, adil dan makmur, (pembukaan UUD 1945 alenia 4). Konsekuensi untuk mewujudkanya maka diperlukan tata aturan yang jelas, sebagai landasan fundamental bernegara.
       Indonesia merupakan negara hukum, hal ini diatur secara jelas dalam pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945. Sehingga konsekuensi secara jelas, bahwa setiap proses kenegaraan diatur dan dilaksanakan berdasarakan peraturan. Hukum sebagai panglima, wajib dijunjung tinggi dalam pelaksanaan kegiatan kehidupan bernegara. Berdasarkan hukum pun, persengketaan permasalahan yang ada sudah dalam jalur yang jelas yaitu keadilan, kemanfaatan ,dan kepastian hukum.
       Berjalanya proses ketatanegaraan berbagai masalah ketatanegaraan mulai muncul, menggerogoti bangsa. Dari sekain banyak dan rumitnya permaslahan yang ada, salah satu permaslahan menjadi gempar di masyarakat adalah batalnya Peraturan daerah oleh Mendagri (executive review). Dalam pembatalan tersebut, tidak tanggung-tanggung, sebanyak 3.143 dicabut dan direvisi. Dengan mekanisme sebesar 1765 oleh kemendagri, 111 permen atau Keputusan Mendagri yang dicabut, dan 1267 perda kabupaten dicabut oleh gubernur dengan mekanisme pengawasan kemendagri (Kemendagri:2016). Hal yang sangat memprihatinkan berbagai macam perda di Indonesia dicabut seenaknya oleh eksekutif yang dimandatkan oleh Mendagri. Apakah pencabutan perda sebegitu parah dan kroniskah sehingga dengan mudahnya perda direvisi atau dicabut? Lantas bagaimanakah komptensi kewenagan Mendagri sebagai sosok pengawas dan pengayom Peraturan Daerah yang dinantikan manfaat progresifitas oleh rakyatnya.
       Banyak pembatalan Perda yang diluar dari angan-angan rakyat, menjadi sangat tidak wajar jika mengkaitkan konsep stufenbau teory oleh Hans Kelsen dengan pelaksanakan peraturan perundang-undangan yang ada. Sudah dijelaskan secara jelas dalam UU 11 tahun 2012 tentang pembentukan peraturan perundang-undagan. Pasalnya sudah diatur secara jelas, tata urutan dari UUD, UU atau Perpu, PP, Permen, barulah Perda. Baik peraturan daerah provinsi atau peraturan daerah kabupaten. Seharusnya pembatalan sepihak oleh Pemerintah, mencederai kewenagan mekanisme penyusunan dalam pembatalan peraturan baik sebagian maupun secara seluruh. Pasalnya dengan adanya pembentukan peraturan yang sudah diatur dalam UU dengan mudahnya dibatalkan secara sepihak oleh kemendagri. Dengan berbagai alasan, mulia dari pemudahan investaasi, pelacaran pembangunan yang ada, sampai meningkatkan kesejahteraan rakyat. Kemudian apa kegunaan dari Undng-Undang Nomor. 11 tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan hanya digunakan sebagai hiasan belaka, bahwa Indonesia berdaulat dengan membuat peraturan dan dibatalkan senaaknya saja. Pembatalan Perda bisa dilakukan jika ada alasan logis dan peristiwa yang memang benar-benar genting. Bukan pembatalan yang dilakukan oleh Mendagri dirasa tidak cocok digunakan. Bak memilah-milah pakaian yang cocok, ditengah banyak nya tumpukan baju yang acak. Dasar pembatalan perda mendagri dilihat dalam pasal 250 ayat 1 dengan betentangan dengan kesusialaan dan ketertiban umum , serta tata urutan perundangan-undangan.
       Adanya pembatalan peraturan daerah (negative review) yang dilakukan oleh berbagai pihak, menunjukkan lemahnya mekanisme pengawasan dalam perda itu sendiri. Sudah jelas bahwa dalam kewenagan pembatalan dilakukan oleh beberapa jalur, melewati pemerintah pusat, turun ke pemerintah provisi, hal ini jika Perda Gubernur diminta. Turun lagi ke pemerintah kabupaten atau kota, jika produk yang dibuat adalah Perda Kabupaten. Setiap pembuatan perda bukankah sudah di telaah dan dikaji secara lebih lanjut mekanisme pembuatan perda tersebut.
       Pengawasan preventif, yang dilakukan oleh pemerintah harus dilaksanakan dengan seksama. Pemerintah pusat baik pemerintah maupun gubernur menelitii bahkan menelaah lebih lanjut, bagaiman dampak yang akan terjadi jiga diterapkannya suatu peraturan dalam masyarakat. Koordinasi dan evaluasi anatar berbagai pihak, mulai dari DPRD, Kepala daerah serta Menteri yang mempunyai mandat oleh Presiden harus menseleksi secara ketat, peraturan yang ada. Bukan peraturan yang ada dicari dan di indikasikan dicabut, padahal sudah dilakakukan klarifikasi selama beberapa tahapan. Sehingga apa yang diungkpakan oleh Lord Acton “Power tends to corrupt, but absolut power corrupt absolutely” tidak akan terjadi didalam bumi Indonesia. Secara jelas bahwa kewenagan sudah diatur, namun jangan mementingkan ego sektoral dari setiap lembaga yang ada. Oleh Bidang Penelitian dan Pengembangan PSKH 2016/2017



Presented by:
@PR_PSKH

Trimakasih telah membaca..
Semoga bermanfaat  

PSKH
SIGAP, KRITIS MEMBEDAH WACANA   
Copyright © PUSAT STUDI DAN KONSULTASI HUKUM | Powered by Blogger
Design by Viva Themes